-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Petuah Nikah dari Sesepuh

    Sumber Foto: http://lukihermanto.com


    “Kapan nikah?”

    Pertanyaan itu tiba-tiba mendarat di telinga Dizan. Belum juga satu menit merebahkan badan di sofa ruang tamu, sang ibu sudah muncul dan nanya yang aneh-aneh. Dizan bangun, menahan letih karena seharian kerja di tegal.

    “Apa sih buk? Kesusu ae jennengan,” ujar Dizan lirih.

    “Ibuk sudah tua. Teman-teman ibu sudah pada nimang cucu. Ibuk aja yang belum,” balas lagi Ibu Dizan sambil menaruh secangkir teh di depan Dizan.

    Ah, lagi-lagi ibu Dizan membahas nikah. Dalam sepekan ini sudah tiga kali ibu Dizan menanyakan masalah nikah. Dizan masih belum bersuara. Dia tidak punya kata-kata untuk diungkapkan kepada ibunya.

    “Kalau mau nikah itu, jangan sembarang dipikirin. Gak usah mikirin rezekilah, inilah, itulah. Udah, kencang aja. Gas !” bapak Dizan ikut bersuara dari dapur.

    Ah, kompak nih bapak ibu. Bapak Dizan memang tidak pernah nanya-nanya masalah nikah ke Dizan. Tapi kalau ibu Dizan membahas, seringkali ikut nyeletuk dari kejauhan. Keluar deh petuah nikahnya.
    Masih terngiang di telinga Dizan ucapan bapaknya seminggu yang lalu. Kata bapak, “Nikah jangan nunggu kaya, kalau nunggu kaya nanti gak nikah-nikah!”

    Baca : "Suatu Saat" dari Kakek Tua


    “Di awal-awal membangun rumah tangga, nanti bapak-ibu bantu nak,” suara Ibu Dizan kembali terdengar.

    “Iya bu. Nanti kalau waktunya pasti nikah, hehe,” sahut Dizan sambil tersenyum.

    “Pasti gitu jawabnya,” balas ibu Dizan, sepertinya kecewa.

    “Apa sih yang kamu pikirin? Makanya nikah, biar mikirnya tidak sendirian. Kalau nikah, nanti kamu punya teman curhat, punya teman yang akan memberikan masukan. Kata orang tua dulu (sesepuh), sebelum nikah orang punya satu pikiran, setelah nikah punya dua pikiran, setelah beranak satu punya tiga pikiran,” lanjut Ibu Dizan panjang lebar.

    “Udah Bu jangan bahas nikah muluk! Nanti cepet tua. Hehe,” ucap Dizan menjawab petuah nikah ibunya. Ia seruput teh yang teh buatan ibunya lalu beranjak pergi.

    “Udah ya bu, saya mandi dulu.”

    Ibunya memandang gemes gimana gitu. Pandangannya mengikuti gerak tubuh anak laki satunya-satunya itu. Ibu bangga padanya. Sejak aqil baligh, dia tak pernah minta yang aneh-aneh. Juga nurut aja keinginan orang tua. Cuma masalah nikah ini, mbulet ae.

    Masalah petuah nikah, Dizan ini sudah kenyang dengan ceramah ibunya. Dizan masih ingat betul petuah-petuah nikah ibunya. Ia menganggap petuah itu sebagai azimat. Karena orang tua adalah azimat bagi anaknya. Apa yang diberikan orang tua juga azimat bagi anaknya.

    “Cari istri gak perlu cantik, yang penting bisa menerimamu apa adanya, juga sholehah.” Diantara petuah nikah dari ibu Dizan yang sempat ia buat story di media sosial.

    “Oea bu, putrinya Pak Soleh itu cantik ya!” kata Dizan sambil menjulurkan kepalanya dari balik pintu kamar.

    Ibu Dizan tersenyum. Ada apa neh? Bisik hatinya.

    Baca : Anak Berkebutuhan Khusus dan Ibu yang Berkorban



    Posting Komentar

    Posting Komentar