-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Belajar Persaudaraan pada Kiai, Belajar 'Permusuhan' pada Politisi


    Beberapa bulan lalu, suasana di tengah masyarakat Indonesia memanas. Satu sama lain saling tuding. Saling tuduh ‘anjing’. Orang yang berbeda pendapat, dimusuhin. Perdebatan seakan tidak bisa terselesaikan. Dunia nyata dan dunia daring menjadi medan perang.

    Sungguh, perpecahan di tengah masyarakat sangat kentara. Mulai dari yang berpendidikan sampai yang senang cangkruk-cangkrukan di desa. Bukan hanya sekali, saya mendengar orang kampung menyudutkan tetangganya karena beda pilihan.


    Ya, beberapa bulan lalu. Saat Prabowo-Sandi dan Jokowi-Makruf bertarung. Merebut kursi RI 1 dan RI 2.


    Segala upaya dilakukan. Segala cara dikerahkan. Satunya menggandeng ulama, sebelahnya memeluk ulama. Satunya membagikan sertifikat tanah, sebelahnya menjanjikan kesejahteraan untuk emak-emak di rumah.

    Para netizen pun semakin kreatif. Suku bangsa diadu domba. Para kiai dijadikan bahan bakar mencerca. Ulama yang satu dicintai, ulama yang lain dibenci. Hanya karena tidak satu hati.

    Untunglah, masih ada para kiai yang tegas memperjuangkan pilihan, tapi memberi contoh pentingnya persaudaraan.

    Ada seorang kiai yang mengumumkan pilihannya. Mengajak simpatisan mengikuti jejaknya. Kiai yang satu, masih tetangga bahkan masih saudara, juga mendeklarasikan pilihan berbeda. 
    Mengundang simpatisan menghadiri acaranya. Banyak orang ‘luar’ menilai, kedua kiai itu pecah.

    Lalu suatu ketika, salah satu dari dua kiai yang bertetangga itu sakit. Lumayan parah. Sehinggga harus dirawat di rumah sakit. Kiai yang beda pilihan itu menjenguk kiai yang sakit. Duduk di sampingnya. Bisa jadi, beliau juga memanjatkan doa.

    Kejadian itu menyadarkan banyak orang. Kedua kiai itu tidak pecah. Tidak! Hanya berbeda pilihan politik. Hati tetap bersaudara. Pelajaran berharga untuk kita semua.

    Mungkin penting bagi kita, mengangan-angan kata mutiara dari Syaikh Hasan al-Banna. Kata beliau, saling tolong menolong dalam hal yang kita sepakati, saling memahami dalam hal yang tidak kita sepakati.

    Dalam bahasa ulama-ulama Nusantara, mereka yang bukan saudara seagama, mereka tetap saudara se-tanah air. Mereka yang bukan saudara dalam tanah air, mereka masih saudara sesama manusia.

    Asas bersaudara itu saling mencintai. Buah dari mencintai itu menginginkan yang terbaik untuk saudaranya. Makanya Rasulullah bersabda, tidak sempurna iman seseorang, sehingga dia mengingingkan apa yang dia nikmati juga dinikmati saudaranya.

    Ketika Politisi ‘Bermusuhan’

    Politisi ketika ‘bermusuhan’ itu tidak sungguhan. Mereka berpura-pura. Karena ketegangan yang terjadi diantara mereka itu disebabkan kepentingan.

    Tentu, adagium ‘tidak ada teman sejati dalam politik, yang ada hanya kepentingan abadi’ itu benar. Sangat benar. Sekarang ‘musuh’, besok bisa jadi teman. Besok teman, lusanya ‘musuh’.

    Tergantung kepentingannya. Ketika kepentingannya sama, mereka berjalan beriringan. Ketika tidak sama, mereka bersebrangan.

    Kita ambil contoh, dulu Ibu Megawati dan Bapak Prabowo pernah berkoalisi. Mereka menjadi capres-cawapres. Tahun 2014 bersebrangan. Tahun 2019 bersebrangan lagi. 

    Sekarang akur lagi. Bapak Prabowo dan Jokowi yang merupakan kepanjangan Ibu Mega sudah bermesraan.

    Apa kepentingannya politisi? Mencari kekuasaan dong. Tidak ada politisi yang tidak mencari kekuasaan. Jika ada plitisi mengatakan, berpoltik bukan untuk mencari kekuasaan itu bohong. Politik dari sononya ya ingin mendapatkan kekuasaan.

    Namun, tidak perlu su’udzan pada politisi. Karena banyak politisi yang menggunakan kekuasaanya untuk kepentingan rakyat. Dengan kata lain, banyak juga politisi yang menjadikan kekuasaan bukan tujuan, tapi kendaraan. Kendaraan untuk berbakti pada bangsan dan agamnya.

    ***

    Yah, semoga saja yang sudah-sudah ini menjadi pelajaran. Tidak bertengkar lagi karena beda pilihan. Sebab, bisa jadi politisi yang dulu engkau bela mati-matian, sekarang malah berkoalisi dengan politisi yang engkau ‘serang’. Kasihan deh ellu…!

    Baca juga:


    Maka, belajar persaudaraan itu pada kiai. Tetap saudara apa pun yang terjadi. Apa lagi hanya karena perbedaan menjagokan politisi. Namun, belajar ‘permusuhan’ itu pada politisi. Setelah kontestasi pilihan selesai, mereka akur lagi. Bahkan bisa satu hati dalam barisan koalisi. Salam !

    3 komentar

    3 komentar

    • Ahmad Dzikrullah
      Ahmad Dzikrullah
      4 November 2019 pukul 21.19
      Dunia politik memang seperti, yang diutamakan terlebih dahulu adalah kepentingan utama masing-masing, namun diluar hal tersebut, sebenarnya biasa aja. Cuma kembali lagi ke media komersil yg mempublikasikannya
      Reply
    • Lina W. Sasmita
      Lina W. Sasmita
      29 Oktober 2019 pukul 19.50
      Intinya sekarang mari kita doakan para pemimpin kita agar akur senantiasa. Mampu mengemban amanah yang dipikulnya.
      Reply
    • iluvtari
      iluvtari
      28 Oktober 2019 pukul 10.28
      sama kayak tulisanku di UC, Kaskus, dan Kompasiana (remake trosss!)intinya kita kayak dibodohi, mau2nya ribut. yg dibelain udah rangkul2an, yg berantem sdh putus silaturahim
      Reply