-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Berdialog dengan Diri Sendiri, Temukan Keinginan Hati


    Beberapa hari yang lalu saya membaca sebuah artikel. Tentang kesehatan diri. Juga tentang hati. Artikel itu ditulis dalam sebuah blog pribadi. Milik Mbak Dewi. Berjudul Writing For Healing, Connecting To Your Inner Wisdom”.

    Ada satu bagian tulisan yang membuat saya tertegun. Diam sejenak. Memikirkan diri sendiri. Memikirkan apa yang telah saya lakukan pada diri saya selama ini.

    Bahwa, selama ini kita jarang berkomunikasi dengan diri kita sendiri. Kita jarang berdialog dengan diri kita. Disebabkan lebih sibuk memikirkan dunia sekitar. Lebih tertarik pada hingar-bingar.


    Padahal, berdialog dengan diri sendiri itu penting. Penting banget. Agar kita lebih terhubung dengan inner voice kita. Dengan kata hati kita. Sehingga intuisi kita menjadi tajam. Dan Inner wisdom (kebijaksanaan batin) akan menjadi pemandu hidup kita.


    Saya jadi teringat beberapa bacaan yang pernah saya baca. Tapi sudah remang-remang. Ingat-ingat lupa. Hehehe… Saya buka lagi. Saya baca lagi.

    Begini, pada suatu ketika sahabat Wabishah datang kepada Rasulullah. Sahabat Wabishah bertanya tentang birr (kebaikan). Rasulullah menjawab:

    استفت قلبك …..
    Artinya: Tanya hatimu! . . . . . .

    Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan ulama lain. Dengan varian teksnya. Menurut Imam Nawawi dalam Riyad as-Shalihin, hadis ini berstatus hasan.
    Kalimat itu diulangi tiga kali oleh Rasulullah saw..

    Dalam hadis ini, sahabat Wabishah diperintah untuk bertanya pada hati. Berkomunikasi dengan hati. Tentu pula, agar mengikuti kata hati.

    Kenapa harus mengikuti kata hati? Karena hati memiliki syu’ur (naluri/rasa) yang bisa mengetahui sesuatu itu berakhir terpuji atau tercela. Gampangnya, hati bisa merasa sesuatu itu baik atau tidak baik.

    Namun demikian, Imam Al-Ghazali mengatakan yang dikutip Imam al-Munawi dalam Fayd al-Qadir, bahwa hadis di atas khusus untuk sahabat Wabishah. Tidak untuk yang lain. Masalahnya juga tertentu sesuai pertanyaan.

    Ada ulama lain yang berbeda pendapat. Hadis di atas bukan hanya untuk sahabat Wabishah. Bisa untuk siapa saja. Asalkan hatinya yakin. Orang yang hatinya dibuka sehingga memiliki keyakinan, maka ikutilah kata hatinya. Jangan ikuti kata orang yang hanya menila dari luar.

    Akan tetapi, jika berhubungan dengan agama, maka kita tetap berkewajiban mengikuti dalil yang jelas. Dalil Alquran dan Hadis. Walaupun hati tidak menyukainya.

    Sebab, hati tidak suka mungkin karena tidak tahu hikmah ajaran Islam. Atau mungkin karena hati sudah dikalahkan oleh nafsu setan.

    Makanya, ada obat hati. Agar hati selalu jernih. Selalu memiliki syu’ur (naluri/rasa) yang bisa membedakan yang baik dan tidak.

    Obat hati sebagaimana dalam lagu pujian sebelum sholat fardu itu. Banyaknya ada lima. Masak gak hafal? Wkwkwk

    Jadi, sepertinya memang penting, saat kita sendiri, kita berkomunikasi dengan hati ini. Kedepannya ingin apa? Ingin bagaimana? Apa yang sudah dilakukan selama ini? Apa yang perlu diperbaiki?

    Selamat mencoba! Salam, sahabatmu.




    Posting Komentar

    Posting Komentar