-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Hijrah karena Allah, Dicaci Tak Masalah, Hati Tak Pongah


    Hijrah berarti pindah. Pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Atau pindah dari satu kondisi ke kondisi lain. Hijrah dalam arti pindah tempat ini hanya ada pada masa Rasulullah. Yaitu hijrah dari Mekkah ke Madinah.

    Setelah itu hijrah diartikan pindah dari kondisi ke kondisi yang lain. Pindah dari kondisi buruk ke kondisi baik. Pindah dari kondisi maksiat ke taat. Pindah dari tidak berhijab ke berhijab. Dan seterusnya.

    FB: Stafillah

    Hijrah tidak ubahnya taubat. Bertaubat berarti kembali kepada Allah. Yang asalnya jauh karena sering durhaka kepada Allah, kemudian kembali taat kepada Allah.


    Hijrah atau taubah ini keharusan kita semua. Mulai saat ini. Tidak ada kata nanti. Kenapa? Karena nanti bisa saja nafas kita sudah berhenti. Kita tiada lagi.

    Hijrah karena Allah

    Hijrah itu karena Allah. Hijrah itu karena ingin rida Allah. Paling tidak ingin surga Allah atau takut neraka Allah. Makanya, menata hati itu penting. Niat yang baik itu harus. Bukan karena ikhwan yang tampan. Bukan karena akhwat yang menawan. Hijrah itu karena Tuhan.

    Niat itu seperti pondasi. Jika pondasinya kuat, apa pun yang terjadi di belakang hari, bangunan tak akan gampang roboh.

    Hijrah karena Allah tidak pernah susah saat ada orang yang nyinyir atau mencaci. Hijrah karena Allah tidak pernah bangga saat ada orang yang memuji. Hijrah karena Allah. Fokus ke Allah. Yang lain, lewat aja.

    Siapa pun yang hijrah karena Allah itu akan berpikir, tidak apa-apa dicaci orang yang penting Allah sayang. Tak ada gunanya dipuji orang jika Allah tidak sayang. Yang penting itu Allah, Allah, dan Allah.

    Lagian, kalau ikut kata orang mah kita bisa pusing. Orang akan melontarkan kata-kata itu sesuai apa yang ada dalam diri mereka. Tentu hal itu akan berbeda. Akhirnya, gini salah, gitu salah, dan semuanya salah.

    Kata pepatah Arab, Ridho an-Nas Ghayatun La Tudrok. Dicintai semua orang itu cita-cita yang tak mungkin tercapai selamanya.

    Hijrah Tidak Menyulap Kita Suci di Sisi Allah

    Hijrah itu usaha menjadi lebih baik. Hijrah bukan berarti menyulap kita menjadi lebih baik. Bimsalabi langsung baik. Tidak! Jika kita hijrah, tapi hati kita merasa lebih baik dari orang lain, pada saat itu kita tidak baik.

    Taat kepada Allah itu wajib. Melanggar ketentuan Allah itu haram. Akan tetapi, ketika kita tunduk pada semua ketentuan Allah bukan berarti kita baik. Tidak. Salah jika karena kita taat lalu merasa lebih baik. Bisa jadi kan ketaatan kita tidak diterima oleh Allah?

    Misalnya kita mutusin pacar kita dengan alasan hijrah, bukan berarti kita lebih baik dari pada orang yang masih pacaran. Misalnya kita berhijab panjang atau bercadar, hal itu tidak membuat kita lebih baik dari yang berhijab biasa-biasa saja.

    Berhijab panjang, bercadar, mutusin pacar, dan seterusnya itu usaha kita untuk menjadi lebih baik di sisi Allah. Hanya usaha. Belum tentu diterima.

    Berarti kita gak usah mutusin pacar dong, gak usah berhijab, gak usah taat ? Ya bukan begitu maksudnya. Kalau kita tidak berhijab itu pasti dosa. Kalau kita pacaran, itu pasti dosa. Kalau kita bermaksiat, itu pasti dosa.

    Yang menjadi titik tekan adalah kita tidak boleh merasa lebih baik dari orang lain. Apa pun yang kita lakukan. Sebesar apa pun ketaatan dan amal baik yang kita perbuat. Sebab, semua itu hanya usaha. Hasilnya kita pasrahkan ke Allah.

    Kadang juga ada, perempuan yang berhijab biasa-biasa saja, merasa lebih baik dari yang berhijab panjang atau bercadar. Kadang ada juga yang sampai nyinyir dan ngata-ngatain.

    Mereka ngatain orang yang berhijab panjang sok sucilah, sok alimlah, dan sok-sok yang lain. Atau dikatain baru belajar agamalah. Baru anak kemaren sorelah. Dan seterusnya. Ketika ada teman ikhwan tidak mau salaman dengan akhwat, dituduh Islam bergarislah, inilah, itulah.

    Padahal bisa jadi, mereka yang baru belajar agama, lalu berusaha berhijab, itu mendapat rida Allah. Bisa saja, orang yang mutusin pacarnya karena Allah, itu mendapat ampunan dan rida Allah. Bisa saja ikhwan yang tidak mau salaman dengan akhwat itu mendapat rida Allah.

    Bisa saja anak muda yang tidak pernah nyantri, belajar agama hanya di forum-forum tidak resmi, lalu mengamalkan ilmunya, mendapatkan rida Allah. Bisa saja.

    Namun, jika ketaatan dan hijrah kita ikhlas karena Allah, kenapa harus pusing dengan perkataan orang lain. Yang penting Allah sayang ke kita.

    Syaikh Ibnu ‘Athaillah al-Iskandar memberi wejangan, ketaatan yang membuatmu merasa lebih baik, berarti buruk bagimu. Kemaksiatan yang membuatmu merasa rendah di sisi Allah itu baik untukmu.

    Kata beliau:
    معصية أورثت ذلا وانكسارا خير من طاعة أورثت عزا واستكبار

    Artinya: Kemaksiatan yang membuatmu (merasa) hina dan patah hati (sedih) itu lebih baik dari pada ketaatan tapi membuatmu (merasa) mulia dan sombong.

    Yang menjadi inti dari kata hikmah di atas ini adalah merasa hina dan merasa mulia. Itu intinya. Sebab, biar bagaimana pun kemaksiatan itu dilarang, dan ketaatan itu diwajibkan.

    Maka kalam hikmah di atas bisa diartikan begini, taatlah tapi tetap merasa bahwa diri ini belum ada apa-apanya. Taatlah tapi tetap merasa bahwa ketaatan kita belum tentu diterima. Dan bersedihlah, merasa hinalah jika kita terjatuh ke dalam dosa.

    Cara agar kita tidak merasa lebih baik

    Merasa lebih baik itu memang tidak baik. Merasa lebih baik itu sombong. Sombong adalah dosa pertama yang terjadi di jagad raya. Yaitu sombongnya Iblis. Makanya, dalam dunia Tasawuf, merasa lebih baik ini sangat diwanti-wanti.

    Mungkin perlu bagi kita merenungi pesan Imam Nawawi agar kita tidak merasa lebih baik. Pesan ini dikutip oleh Imam ‘Abdul Wahhab asy-Sya’roni dalam kitab beliau, “al-Mukhtar Min al-Anwar Fi Suhbah al-Akhyar”.

    Begini nasihat beliau:

    لا تستصغر أحداً فإن العاقبة منطوية، والعبد لا يدرى بم يختم له.فإذا رأيت عاصياً فلا تر نفسك عليه، فربما كان في علم الله أعلى منك مقاماً وأنت من الفاسقين، ويصير يشفع فيك يوم القيامة.وإذا رأيت صغيراً فاحكم بأنه خير منك، باعتبار أنه أحقر منك ذنوباً.وإذا رأيت من هو أكبر منك سناً فاحكم بأنه خير منك باعتبار أنه أقدم منك هجرة في الإسلام.وإذا رأيت كافراً فلا تقطع له بالنار لاحتمال أنه يسلم ويموت مسلماً

    Artinya: jangan kau meremehkan siapa pun! Karena akhir dari kehidupan itu menghawatirkan. Seorang hamba tidak tahu akhir dari kehidupannya (husnul khatimah atau tidak).

    Baca juga: 

    Jika kau melihat orang yang lagi maksiat, jangan sampai kau merasa kua lebih baik dari dia. Mungkin saja di sisi Allah dia lebih tinggi darimu dan engkau termasuk orang fasik (banyak dosa). Dan bisa jadi dia yang menolongmu nanti di hari kiamat.

    Jika kau melihat orang yang lebih muda darimu, maka tanamkan dalam hati bahwa orang itu lebih baik darimu. Sebab, dia pasti lebih sedikit dosa dibanding dirimu (karena kamu lebih lama berkelana di dunia).

    Jika melihat orang yang lebih tua darimu, tancapkan juga dalam hati bahwa dia lebih baik darimu. Sebab, dia lebih dulu memeluk Islam (lebih dulu beramal baik dan seterusnya) dari pada dirimu.

    Baca juga:


    Jika kau melihat orang kafir, jangan sampai hatimu mengatakan bahwa orang kafir itu pasti masuk neraka. Jangan! Karena bisa jadi, orag kafir itu suatu hari masuk Islam. Lalu meninggal dalam keadaan Islam. (Kamu belum tentu mati dengan membawa Islam. Na’udzubillah).

    Baca juga:

    Begitulah pesan ulama kepada kita, agar selalu bisa menata hati kita. Sehebat apa pun kita taat kepada Allah, kita tetap merasa tidak lebih baik dari orang lain. Taat saja kita tidak boleh merasa lebih baik, apa lagi kalau tidak taat! Wallahu A’lam.
    Astaghfirullah min qaulin bi la amalin…

    Posting Komentar

    Posting Komentar