-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Biografi Thalhah bin Ubaidillah: Tidak Dengki pada Kesuksesan Orang Lain


    Profil Singkat Talhah bin Ubaidillah

    Nama lengkapnya adalah Talhah bin Ubaidillah bin Ustman at-Taimi al-Qurasyi al-Makki al-Madani. Memiliki alam kun’yah Abu Muhammad. Talhah adalah sahabat pemberani, murah hati, dan dermawan.

    Dia salah satu dari sepuluh al-Mubassyaruna bil Jannah (sahabat yang dijamain masuk surga), salah satu dari enam sahabat ashabus-Syura (sahabat yang diperintah bermusyawarah untuk memilih khalifah setelah wafatnya Sayyidina Umar), dan salah satu delapan as-sabiqunal-Awwalun (yang dahulu masuk Islam).

    pelangiblog.com

    Rasulullah menjulukinya Talhah al-Jud (Talha yang dermawan), Talhah al-khair (Talhah yang baik) dan Talhah al-Fayyad (talhah yang murah hati atau dermawan).


    Sahabat Talhah bin Ubaidillah termasuk sahabat yang tidak lari pada perang Uhud serta berperang bersama Rasulullah saw.. Sahabat Talhah juga pedagang handal yang selelu untung. Sahabat Talhah terbunuh pada perang Jamal. [1]

    Itulah profil singkat Talhah bin Ubaidillah dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah” ini.


    Penyebab Talhah bin Ubaidillah Masuk Islam

    Sahabat Talhah bin Ubaidillah termasuk as-Sabiqunal-Awwalun.  Dia masuk Islam berkat ajakan Sahabat Abu Bakar RA. Kejadian itu bermula dari perkataan seorang Rahib.
    Waktu itu, Sahabat Talhah bin Ubaidillah pergi ke Pasar Basrah untuk suatu keperluan. 

    Sesampainya di sana, beliau mendengar suara Rahib melengking.

    “Bertanyalah kalian, apakah di pasar ini ada orang dari Tanah Haram?”

    Mendengar pertanyaan itu, Sahabat Talhah bin Ubaidillah langsung menjawab.  “Ya, saya.”
    Seketika, pandangan pendeta itu tertuju pada asal suara. Pendeta melihat Sahabat Talahah bin Ubaidillah seakan menemukan barang yang hilang.

    “Apakah Ahmad telah keluar?” suara Rahib mendarat di telinga Sahabat Talhah bin Ubaidillah. Tentu Sahabat Talhah bin Ubaidillah kebingungan. Baru kali ini mendengar nama Ahmad.

    “Siapa Ahmad itu?” Tanya Sahabat Talhah bin Ubaidillah.

    “Dia adalah putra Abdullah bin Abdul Muthollib. Pada bulan ini dia akan muncul. Dia nabi terakhir. Dan akan hijrah dari Tanah Haram menuju tempat yang terdapat pohon kurmanya, hawanya panas serta tanahnya tidak diolah. Engkau harus segara menghampirinya dan mengikutinya,” jelas si Rahib panjang lebar.

    Perkataan Rahib itu terus terngiang-ngiang di hati Sahabat Talhah bin Ubaidillah. Rasa penasaran pun menggantung-gantung di hatinya. Oleh karena itu, dia segera pulang ke Makkah.

    Sesampainya di  Makkah, dia bertanya ada berita apa gerangan. “Apakah ada berita hangat di sini?” Tanyanya pada orang-orang.

    “Iya, Muhammad bin Abdullah al-Amin telah mengaku nabi. Dan Abu Quhafah (Sayyidina Abu Bakar) telah mengikutinya.”

    Mendengar jawaban itu, Sahabat Talhah bin Ubaidillah langsung melangkahkan kakinya ke rumah Abu Bakar.

    “Apakah engkau mengikuti orang ini (Nabi Muhammad)?” Tanya Sahabat Talhah bin Ubaidillah pada Sayyidina Abu Bakar.

    “Betul. Pergilah engkau menemui  Rasulullah saw. dan ikutliah beliau. Karena beliau menyeru pada kebenaran,”  kata Sayidina Abu Bakar. Sayyidina Talhah bin Ubaidillah pun mengiakan.

    Sejurus kemudian, Sahabat Talhah bin Ubaidillah menceritakan tentang Rahib yang ada di Basrah. Sayidina Abu Bakar menyimaknya dengan penuh perhatian.

    Setelah selesai bercerita, Sayidina Abu Bakar dan Talhah bin Ubaidillah pergi menemui Rasulullah saw.. Talhahpun kemudian masuk Islam. Di depan Rasulullah saw., Sahabat Talhah bin Ubaidillah juga menceritakan apa yang dikatan oleh Rahib Basrah. Maka, Rasulullah pun merasa gembira.[2]

    Itulah sebab masuk Islamnya Talhah bin Ubaidillah dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah” ini.


    Perjuangan Talhah bin Ubaidillah Mempertahankan Iman

    Tak lama kemudian, keislaman Talhah dan Abu Bakar tedengar oleh Naufal bin Khuwailid bin Al-Adawiyah, pembesar Quraisy paling keras. Maka, Naufal menangkap mereka dan mengikatnya dalam satu tali.

    Banu Taim tidak memedulikan mereka. Padahal, Sahabat Talhah bin Ubaidillah dan Abu Bakar termasuk kabilah (suku) at-Taimi. Oleh karena itu, Sayidina Abu Bakar dan Sahabat Talhal bin Ubaidillah disebut al-Qorinaini  (du teman).

    Namun, menurut riawayat lain, yang diikat dengan satu tali dengan Talhah bin Ubaidillah bukanlah Sayidina Abu Bakar Abu Bakar, tapi Ustman bin Ubaidillah, saudara Talhah bin Ubaidillah.

    Naufal memborgol mereka berdua agar tidak bias salat dan meninggalkan agama Rasulullah saw.. Akan tetapi, usahanya itu sia-sia. Sebab, mereka berdua dapat melepaskan diri lalu salat. [3]

    Penyiksaan terhadap Sahabat Talhah tidak hanya sampai di situ. Suatu ketika, tangan Shabat Talhah bin Ubaidillah diikat ke leher. Lalu digiring  ke bukit antara Safa dan Marwah. Orang-orang membentut di belakangnya.

    Ibu Talhah bin Ubaidillah juga tidak ketinggalan. Sang ibu marah-marah sambil mencaci  Talhah bin Ubaidillah.

    “Ada apa? Kenapa orang itu dibelenggu?” Tanya salah seorang.

    “Ini Talhah bin Ubaidillah telah pindah agama,” jawab orang-orang.[4]

    Itulah perjuangan Sahabat Talhah bin Ubaidillah mempertahankan keimanan dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah” ini.


    Sahabat Talhah bin Ubaidillah Menjaga Rasulullah di Perang Uhud

    “Jangan tinggalkan gunung ini menang atau kalah!”

    Perintah nabi pada pasukan pemanah yang diletakkan di gunung Uhud. Perang pun meletus. Pasukan muslimin bertempur dengan gagah berani. Meski jumlah mereka lebih sedikit dari pasukan masuh, tapi mereka bisa melumpuhkan musuh.

    Musyrikin kocar-kocir. Bendera kafir jatuh  dan dibiarkan tergeletak ditanah. Tak ada satupun dari pasukan musyrikin yang berani mengibarkan bendera. Berarti, musyrikin telah kalah.

    Orang-orang Quraisy pun lari. Orang-orang Islam mengejar. Harta rampasan pun mereka peroleh. Ketika melihat apa yang telah terjadi, pasukan pemanah turun dari gunung untuk mengambil harta rampasan. Pemanah yang menjadi taming pasukan muslimin dari belakang itu beranggapan bahwa perintah Rasulullah saw.. susah tidak berlaku.

    Sebab, mereka sudah menang. Hanya segelintir orang  saja yang masih berada di atas gunung sambil memanggul anak panah.

    Khalid bin Walid melihat  gunung Uhud sepi. Pikirannya pun menemukan titik lemah muslimin. Maka, dia bersama tentaranya memutar dan menghampiri gunung.

    Dia membunuh pasukan pemanah yang masih tersisa. Setelah itu, Khalid menyerang muslimin dari belakang. Pasukan muslimin kocar-kacir. Mereka kehilangan komando.

    Ketika melihat situasi itu, orang-orang Quraisy yang lari kembali lagi. Musyrikin mengepung muslimin dari depan dan belakang. Jadilah pasukan muslimin makanan empuk. Mereka di bantai habis-habisan. Sebagian mereka pun lari ke bukit bahkan ke Madinah.

    Pada waktu itu, Rasulullah hanya bersama Sembilan sahabat. Tujuh dari Anshar dan dua dari Quraisy (Muhajirin). Pasukan Quraisy mendekati Rasulullah saw. untuk membunuh beliau.

    Para sahabat yang ada di sekitar beliau bertempur. Satau persatu mereka terbunuh. Tinggal dua sahabat yang tersisa. Mereka berdua adalah Sa’ad bin Waqqas dan Talhah bin Ubaidillah.

    Pasukan musuh terus melancarkan serangan. Rasulullah menjadi sasaran. Lambung dan gigi seri beliau terkena lemparn batu. Bibir beliau pecah. Abdullah bin Syihab memukul kening beliau hingga terluka. Abdullah bin Qami’ah datang dengan berkuda lalu menyabet Rasulullah saw. dengan pedang dan mengenai bahu beliau.

    Namun, pedang itu tidak melukai Rasulullah sebab beliau memakai baju besi. Tapi, beliau merasakan sakit sampai lebih dari satu bulan. Setelah itu ibnu Qami’ah memukul bagian tulang pipi nabi sehingga dua kepaing lingkaran rantai topi besi beliau lepas dan mengenai kening beliau.

    Dalam hal itu, Rasulullah saw. bersabda, “Amat besar kemarahan Allah terhadap suatu kaum yang membuat wajah Rasul-Nya berdarah.” Lalu beliau melanjutkan, “Ya, Allah ampunilah kaumku karena mereka tidak mengetahui.”

    Tentu dalam kondisi yang sangat keritis itu, orang-orang Quraisy memiliki kesempatan emas untuk membunuh Rasulullah saw.. Namun, mereka tidak bisa melakukannya.

    Sebab, sahabat Talhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqqas menjaga beliau. Sahabat Sa’ad terus menembaakan anak panah. Sahabat Talhah bin Ubaidillah berperang melawan mereka. Menjadikan dirinya taming agar serangan musuh tidak mengenai nabi.

    Ketika perang berkecamuk itu, ada seseorang yang memanah Rasulullah saw., Talhah bin Ubaidillah menghadang anak panah itu dengan tangannya. Tangan talhah pun terluka dan cacat seumur hidup[5].

    Kalau dihitung, luka Talhah pada waktu itu mencapai 43 lebih baik luka sebab panah atau tombak.

    Tak lama kemudian, sahabat yang berada di garda depan berdatangan. Sayidina Abu Bakarlah yang datang terlebih dahulu. Para sahabat sedih bukan kepalang saat melihat Rasulullah telah terluka.

    Lalu mereka bersumpah berani mati (bai’ah ala al-Maut) untuk tidak lari. Mereka pun melindungi Rasulullah saw. dari pasukan musuh. Abu Dajanah berdiri di hadapan nabi dan menjadikan punggungnya tertembus anak panah. Abu Talhah menjadikan dadanya sasaran anak panah untuk melindungi beliau. Para sahabat terus bertempur menghalangi musuh untuk membunuh Rasulullah saw..

    Pada waktu itu, nabi terjerembab pada lubang yang sengaja digali orang kafir. Sayidina Ali memegang tangan beliau dan Talhah bin Ubaidillah mengangkat beliau sehingga bisa berdiri lagi.

    Tak lama kemudian, para sahabat yang lain berdatangan. Setelah berkumpul, Rasulullah saw. mundur dengan setrategi jitu ke atas bukit. Di bukit itu ada gundukan pasir yang tinggi.

    Ketika Rasulullah saw. akan menaikinya, tidak bisa. Sebab, beliau mengenakan dua lapis baju besi serta banyaknya luka dan darah yang keluar. Maka Talhah bin Ubaidillah jongkok. 
    Rasulullah pun mendaki gundukan pasir itu melewati punggung Talhah bin Ubaidillah. Pada waktu itulah Rasulullah bersada, “Talhah wajib masuk surga.” [6]

    Begitulah perjuangan para Sahabt dan Sahabat Talhah bin Ubaidillah melindungi Rasulullah saw. pada perang Uhud. Sahabat Talhah bin Ubaidillah melindungi Rasulullah sehingga tubuhnya dipenuhi luka. Tangannya cacat.

    Sahabat Talhah bin Ubaidillah juga mengangkat nabi saat terjerembab ke jurang. Serta membiarkan punggungnya diinjak agar nabi bisa menaiki gundukan pasir di bukit Uhud.

    Tak heran, di kemudian hari, ketika mengingat perang Uhud, Abu Bakar  menangis dan berkata, “Itu semua miliki Talhah.” Rasulullah jgua bersabda, “Barang siapa yang ingin melihat orang mati syahid  yang berjalan di bumi, lihatlah Talhah bin Ubaidillah!”

    Itulah peran besar Talhah bin Ubaidillah di perang Uhud dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah” ini.


    Sahabat Talhah bin Ubaidillah Tawaduk dan Merakyat

    Sahabat Talhah bin Ubaidillah begitu tawaduk. Sifat sombong dia buang jauh-jauh. Meski dia termasuk di anatar pembesar sahabat, dia tetap bergaul dengan orang awam.

    Suatu ketika, sahabat Talhah bin Ubaidillah menghadiri suatu majelis. Sayyidina Talhah bin Ubaidillah tidak sendiri. Dia bersama salah satu putranya. Saat masuk ke tempat perkumpulan, orang-orang yang hadir  menggeserkan badannya untuk memberi tempat padanya. Sang putra mengajak untuk duduk di tempat yang paling depan.

    Akan tetapi, Sahabat Talhah bin Ubaidillah tidak menurutinya. Dia malah duduk di tempat rendahan. Bersama orang-orang awam. Sahabat Talhah bin Ubaidillah melihat wajah putranya. Ada pertanyaan yang butuh jawaban. Meski tak terlontar.

    Maka, Sahabat Talhah bin Ubaidillah berkata, “Aku mendenganr Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya, termasuk tawaduk adalah rela dengan tempat duduk rendahan dari yang mulia.”[7]

    Itulah teladan Sahabat Talhah bin Ubaidillah dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah” ini yang perlu kita tiru.


    Sahabat Talhah bin Ubaidillah Tak Segan Mengakui Kehebatan Orang Lain

    Selain itu, sahabat Talhah bin Ubaidillah juga gampang mengakui kehebatan orang lain. Dia tidak menganggap dirinyalah yang nomer satu. Jika ada seorang yang lebih unggul darinya  maka dia mengakuinya.

    Suatu saat, ada seorang mendatangi Sahabat Talhah bin Talhah. Orang itu berkata kepadanya, “Wahai Abu Muhammad, Aku tidak tahu, apakah orang al-Yamani ini (Sahabat Abu Hurairah) yang lebih mengetahui Rasulullah saw. apakah anda. Dia mengatakan apa yang tidak anda katakan dari Rasulullah saw..” 

    Mendengar ucapan tidak sedap itu, sahabat Talhah bin Ubaidillah langsung menjawab, 

    “Sungguh tidak diragukan lagi. Abu Hurairah mendengar dari Rasulullah saw. apa yang kita tidak mendengarnya. Dan mengetahui apa yang kita tidak mengatahuinya. Kita adalah orang kaya yang memiliki keluarga dan rumah banyak.”

    “Kita mendatangi Rasulullah saw. hanya pada pagi dan sore. Setelah itu, kita pulang. Adappun Abu Hurairah, dia tidak punya banyak harta. Dia juga tidak punya keluarga dan anak. Dia selalu menyertai Rasulullah saw.. Tentu, dia tahu apa yang kita tidak tahu, mendengar apa yang kita tidak mendengarnya. Kita tidak berburuk sangka bahwa dia mengatakan apa yang tidak dikatan Rasulullah saw..”

    Laki-laki itu pun membenarkan perkataan Sahabat Talhah bin Ubaidillah.[8]

    Nah, itulah teladan Sahabat Talhah bin Ubaidillah dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah” ini. Beliau tidak dengki pada kesuksesan orang lain.


    Tidak Mau Merenggut Harapan Orang Lain

    Hati sehabat Talhah bin Ubaidillah lembut, selembut sutra. Putih, seputih salju. Dia tidak rela melihat orang lain menderita. Dia juga tidak mau ada orang yang putus asa. Lebih baik dia kehilangan sesuatu yang berharga dari pada harus membuat orang lain putus harapan.

    Hal itu, terekam jelas dalam biografi Talhah bin Ubaidillah. Suatu saat, Sahabat Talhah bin Ubaidillah mengenakan selendang mahal dan bagus. Ketika berada di tengah jalan, selendang itu dirampas oleh seorang laki-laki.

    Sepontan, orang-orang yang menyaksikan hal itu mengejar. Mereka berbondong-bondong ingin menangkap orang itu. Adapun sahabat Talhah bin Ubaidillah hanya diam. Dia seakan tidak menghiraukannya.

    Tak lama kemudian, massa datang. Mereka membawa selendang Sahabat Talhah bin Ubaidillah. Akan tetapi, sahabat Talhah bin Ubaidillah tidak bahagia dengan hal itu. Dia malah menyuruh orang-orang untuk mengembalikan selendang pada  si perampas.

    “Kembalikanlah pada dia!”  Perintah sahabat Talhah bin Ubaidillah.

    Orang-orang pun menyerahkan selendang itu pada perampas. Ketika melihat Sahabat Talhah bin Ubaidillah, si perampas malu bukan kepalang.

    Maka, dia menyerahkannya lagi pada sahabat Talhah. Tapi, sahabat Talhah tidak berkenan mengambilnya kembali. Dia malah berkata:

    “Ambillah! Semuga Allah swt. memberkahimu. Sungguh aku malu pada Allah swt.. Jika ada orang yang mengharapkan sesuatu, lalu aku memutus harapannya dan  membuatnya kecewa”[9]

    Teladan Sahabat Talhah bin Ubaidillah dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah” ini juga perlu kita terapkan. Yakni, beliau tidak mau membuat orang lain putus harapan.


    Sahabat Talhah bin Ubaidillah, “Terimakasih Istriku”

    Kegelisahan menyelimuti hati Sahabat Talhah bin Ubaidillah. Beliau mondar-mandir. Meliuk-liuk di tempat tidur. Tidak tahu harus berbuat apa. Pikirannya buntu. Matanya tak dapat terpejam. Sikapnya pun sedikit dingin pada sang istri. Tidak seperti biasa.

    Melihat semua itu, sang istri juga ikut gelisah. Tak enak rasa. Takut-takut dia punya salah besar. Dia takut dialah yang membuat suaminya tak tentram.

    Untuk memastikan apa yang telah terjadi, sang istri memberanikan diri bertanya. “Wahai Abu Muhammad, ada apa? Aku melihatmu sejak tadi malam begitu gelisah. Apakah aku yang membuat pikiranmu kacau?”

    Mendengar pertanyaan itu, sahabat Talhah bin Ubaidillah tahu ada rasa resah di hati istrinya.
    “Tidak. Sungguh, paling baiknya istri adalah dikau. Aku gelisah, karena memiliki beban pikiran sejak tadi malam,” kata sahabat Talhah bin Ubaidillah ingin meringankan beban pikiran sang istri.

    Sahabat Talhah bin Ubaidillah tidak mau membuat istrinya susah. Apalagi hanya karena beban pikirannya sendiri.

    “Apa sangkaan seseorang ketika bermalam, sedangkan harta sebanyak ini ada di rumahnya?” Lanjut sahabat Talhah.

    Mengertilah sang istri. Kegelisahan Sahabat Talhah bin Ubaidillah bukan karena dirinya, tapi karena harta yang ada di rumahnya. Sebab sebelumnya, ada harta sebanyak 700,000 datang dari Hadramaut.

    Istri sahabat Talhah memang istri yang baik. Dia juga tidak mau melihat suaminya larut dalam kesedihan. Maka, dia mencoba memeras otak untuk mencari jalan keluar.

    Seketika, ide pun muncul. Ternyata, ada salah satu perilaku Sahabat Talhah bin Ubaidillah yang hilang.

    “Mana perilakumu?” Istri salehah yang memiliki nama Ummu Kulstum itu mencoba mengingatkan suaminya pada kebiasaannya.

    “Yang mana?”

    “Itu, ketika pagi menjelang, engkau menyiapkan mangkok besar dan piring. Lalu engkau membagikannya pada rumah-rumah Muhajirin dan Anshar sesuai derarajat mereka,” kata si istri.

    Beban sahabat Talhah sirna. Beliau menemukan jalan keluar yang sangat jitu. Benar-benar beruntung beliau memilki istri Ummu Kulsum binti Abu Bakar as-Sidiq. Seorang wanita yang tak mau melihat suaminya gelisah dan resah.

    “Semoga Allah mengasihanimu. Sungguh, engkau –sebagiamana yang aku tahu, wanita yang mendapatkan pitunjuk dan putri dari seseorang yang mendapat petunjuk,” ucap Sahabat Talhah bin Ubaidillah memuji istri tercintanya.

    Besok paginya, Sahabat Talhah bin Ubaidillah menyiapkan mangkuk dan piring besar. Lalu membagikannya pada sahabat Muhajirin dan Anshar. Beliau juga mengirimkan satu piring untuk Sayyidina Ali.

    Melihat semua itu, Ummu Kulsum bertanya, “Apakah engkau tidak akan menyisakan harta ini untuk kita?”

    “Sisanya nanti untukmu,” jawab sahabat Talhah bin Ubaidillah.

    Setelah dilihat, ternyata harta sebanyak 700,000 itu tersisa satu wadah yang berisi hanya 1000 dirham[10].

    Kisah hidup Sahabat Talhah bagian ini sangat mengharukan. Terutama istri beliau yang luar biasa. Semoga sub judul dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah” ini membuat kita semakin sayang pada istri.


    Sahabat Talhah bin Ubaidillah Mendapat Penyejuk Hati dari Rasulullah

    Selanjutnya, dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah” ini akan dijelentrehkan kisah Sahabat Talhah bin Ubaidillah mendapatkan ‘hadiah’ terindah dari Rasulullah.

    Sahabat Talhah bin Ubaidillah memiliki kelebihan tersendiri. Selain mendapat kabar bahwa dia akan masuk surga, dia juga sering mendapat penghibur hati dari Rasulullah saw..

    Contohnya, ketika terjadi perang Badar. Waktu itu Rasulullah saw. mengirim Sahabat Talhah bin Ubaidillah dan dan Sahabat Sa’id bin Zaid ke Syam. Beliau memerintah pada mereka berdua untuk menjadi mata-mata.

    Ketika mereka pulang, Rasulullah dan para sahabat sudah selesai dari perang Badar. Ada rasa sedih di hati Sahabat Talhah bin Ubaidillah. Pada perang pertama ini dia tidak bisa menghadirinya. Apa lagi para sahabat yang mengikuti perang Badar memiliki keutamaan tersendiri.

    Ketika sampai di Madinah, Rasulullah saw. memberi bagian harta rampasan perang pada Sahabat Talhah bin Ubaidillah. Hal itu tidak membuat hati Sahabat Talhah bin Ubaidillah tenang. Keinginnya pahala bukan harta.

    “Engkau mendapat bagian harta rampasan,” sabda Rasulullah saw. pada Sahabat Talhah.
    Mendengar penuturan Rasulullah, Sahabat Talhah bin Ubaidillah langsung menanyankan pahalanya.

    “Pahalaku wahai Rasulullah?” Kata Sahabat Talhah.

    “Ia, untukmu pahalamu,” jawab Baginda Nabi. Bahagialah sahabat Talhah[11].

    Suatu ketika, sahabat Talhah sowan kepada Rasulullah saw.. Kebetulan, waktu itu Rasulullah saw. memegang buah Safarjal. Ketika Sayyidina Talhah muncul, Rasululllah saw. melemparkan buah itu pada Sahabat Talhah. “Ambillah wahai Abu Muhammad, karena buah itu dapat menghibur hati.”[12]

    Itulah biografi Talhah bin Ubaidillah. Tentu masih banyak sisi kehidupan beliau yang tidak tertuang dalam tulisan ini. Tapi, mudah-mudahan bermenfaat.


    [1] Sirah an-Nabawiyah libni Hisyam, A’lam an-Nubala’
    [2] المستدرك على الصحيحين للحاكم مع تعليقات الذهبي في التلخيص (3/  416)    الإصابة في تمييز الصحابة (3/  530)
    [3] أسد الغابة (2/  43، )
    [4] حياة الصحابة للكاندهلوى - (ج 1 / ص 303
    [5] سير أعلام النبلاء (1/  26) / المستدرك على الصحيحين للحاكم مع تعليقات الذهبي في التلخيص (3/  416)
    [6] صحيح ابن حبان (15/  436)
    [7]  تاريخ دمشق (25/  95)
    [8]  المستدرك على الصحيحين للحاكم مع تعليقات الذهبي في التلخيص (3/  585)
    [9] تاريخ دمشق (25/  100)
    [10] تاريخ دمشق (25/  99)
    [11] المستدرك على الصحيحين للحاكم مع تعليقات الذهبي في التلخيص (3/  416)/ الإستيعاب في معرفة الأصحاب (1/  231، )
    [12] المستدرك على الصحيحين للحاكم مع تعليقات الذهبي في التلخيص (3/  418)

    Posting Komentar

    Posting Komentar