-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Rasulullah Merayakan Maulid Nabi dengan Berpuasa


    Memasuki bulan Rabiul Awal, umat Islam Indonesia ramai-ramai merayakan kelahiran Rasulullah saw. Kegiatan ini juga disebut Maulid Nabi. Cara penyelenggaraannya berbeda-berbeda. Tergantung adat-istiadat setempat.

    Ada yang menyelenggarakan Maulid Nabi dengan berkumpul bersama lalu membaca salawat, ada yang dengan format pengajian, dan seterusnya.

    Sumber: republika

    Akan tetapi, ada sebagian orang yang tidak mau merayakan kelahiran Nabi Muhammad saw ini. Bahkan, mereka menganggap Maulid Nabi adalah bid’ah dan sesat.
    Hadis yang mereka gunakan biasanya adalah:

    وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ كُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

    "Kalian takulah pada perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya setiap perkara-perkara yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat dan setiap kesesatan dalam neraka" (HR. Imam Turmdzi)

    Tentu, para ulama yang memperbolehkan Maulid Nabi bukan tidak tahu hadis ini. Sangat tahu. Bahkan hafal. Akan tetapi, mereka tidak hanya membaca hadis ini. Mereka juga membaca hadis lain, sehingga pengetahuan dan cara pandangnya luas.

    Oleh karenanya, penulis akan menguraikan beberapa dalil diperbolehkannya Maulid Nabi. Bukan untuk bertengkar. Tapi, agar kita saling mengerti dan memahami. Pula, tidak gampang menuduh orang lain ‘sesat’.

    Setidaknya, ada tiga  dalil yang penulis ketahui. Dalil ini penulis kaji beberapa tahun lalu. Saat mengikuti lomba ‘Menulis Artikel Keislaman’. Dalil-dalil Maulid Nabi itu sebagaimana berikut:

    Pertama, hadis yang diriwayatkan Imam Muslim. Suatu ketika Rasulullah saw. ditanya tentang puasa hari senin. Beliau menjawab:

    ذلك يوم ولدت فيه ويوم بعثت أو أنزل علي فيه

     “ (Hari) itu adalah hari dimana aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (HR. Imam Muslim)

    Hadis ini menceritakan, Rasulullah saw. berpuasa pada hari Senin. Alasannya karena pada hari itu beliau dilahirkan, diutus, dan pada hari itu Alquran diturunkan. Artinya, Rasulullah saw. merayakan hari kelahiran beliau.

    Menurut Syaikh Abul Hasan Ubaidillah, dalam kitabnya, Mir’âh al-Mafâtîh Syarh Misykâh al-Mashâbîh, setiaknya ada tiga poin yang bisa disimpulkan dari hadis di atas.

    Pertama, zaman dan tempat bisa menjadi mulia karena peristiwa yang terjadi di dalamnya. Kedua, menunjukkan disunahkannya berpuasa pada hari senin. Ketiga, menunjukkan keharusan kita untuk memuliakan hari yang pada hari itu Allah swt. memberikan nikmat pada hamba-Nya. Cara memuliakannya dengan berpuasa dan mendekatkan diri kepada-Nya.

    Oleh karenanya, umat Islam harus memuliakan hari kelahiran Rasulullah. Karena Rasulullah adalah nikmat terbesar bagi umat Islam, bahkan bagi seluruh umat dunia.

    Imam Suyuthi juga ikut berkomentar dalam kitab al-Hâwî Li al-Fatâwâ mengenai hadis di atas. Menurut beliau, kita memang seharusnya memuliakan hari kelahiran Rasulullah. Juga bulan kelahiran Rasulullah. Pemuliaan ini sebagai bentuk ittiba’ (ikut) pada Rasulullah saw..

    Sebab, Rasulullah menghususkan hari Senin untuk menambah dan memperbanyak amal baik (berpuasa). Beliau berpuasa pada hari Senin karena pada hari itu beliau dilahirkan. Memuliakan hari kelahirannya, berarti juga memuliakan bulan kelahirannya.

    Kedua, Dalam riwayat Imam Baihaqi, Rasulullah saw. pernah melakukan akikah untuk diri belaiu sendiri. Akikah ini dilakukan setelah kenabian. Padahal, kakek beliau yang bernama Abdul Muthalib sudah malakukan akikah untuk beliau pada hari ketujuh dari kelahiran beliau.

    Pertanyaannya, kenapa Rasulullah saw. masih berakikah untuk diri beliau, padahal akikah itu cukup satu kali?

    Imam Suyuthi mencoba menjawab pertanyaan itu. Menurut beliau, Rasulullah saw. berakikah yang kedua untuk bersyukur kepada Allah. Karena Allah sudah menjadikan diri beliau sebagai rahmat lil alamain. Rahmat untuk segenap alam.

    Pula, sebagai tasyri’ (mensyari’atkan) pada umatnya. Maka, Imam Suyuthi mengatakan, sunah bagi kita menampakkan syukur atas lahirnya baginda Nabi Muhammad saw..

    Hal ini bisa dilakukan dengan berkumpul bersama, menyedekahkan makanan, dan ibadah-ibadah lain.

    Ketiga, Maulid Nabi sangat erat sekali dengan pembacaan salawat. Setiap ada Maulid Nabi, dapastikan ada pembacaan salawat. Tentu, membaca salawat kepada Rasulullah sangat dianjurkan.

    Rasulullah bersabda,

    من صلي علي صلاة صلى الله عليه بها عشرا

    “Barang siapa yang bersalawat kepadaku satu kali, Allah akan bersalawat kepadanya sepuluh kahli.” (HR. Imam Muslim)

    Allah swt. juga berfirman dalam Al-Qur’an,

    إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

    “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)

    Imam Ibnu Katsir menulis dalam tafsirnya, maksud ayat ini adalah Allah mengabarkan bahwa Dia memuji Nabi Muhammad saw., para malaikat bersalawat kepada beliau. Maka, Allah memerintah pada penduduk bumi untuk bersalawat dan mengucapkan salam pada Nabi Muhammad saw..

    Salawat dari Allah untuk Nabi Muhammad adalah rahmat, dari malaikat adalah istighfar. Sedangkan salawat dari manusia adalah doa.

    Alakullihal, tidak mau merayakan Maulid Nabi silahkan. Menyesatkan orang yang merayakan Maulid Nabi itu jangan. Karena perayaan Maulid Nabi itu ada dalilnya. Nabi Muhammad merayakan hari kelahirannya dengan berpuasa, kita dengan Maulidan bersama atau dengan ibadah lainnya. SALAM!

    Posting Komentar

    Posting Komentar