-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Cara Agar Puasa Diterima Allah Menurut Imam al-Ghazali


    Berpuasa Ramadan adalah kewajiban. Berpuasa juga memiliki pahala yang tak terhitung. Asalkan puasa kita diterima Allah swt.. Bagaimaan caranya agar puasa diterima Allah?

    Berpuasa untuk menggugurkan kewajiban sebenarnya tidak terlalu sulit. Cukup ikuti panduan berpuasa dalam fikih. Puasa kita sudah sah. Tentu kewajiban puasa kita juga sudah gugur.


    Panduan puasa ini sudah saya tulis dalam artikel yang berjudul, “Cara dan Pandun Puasa Ramadan Lengkapdan Mudah”. Silahkan diklik saja jika ingin menambah wawasan.

    Namun demikian, agar puasa diterima Allah itu sulit. Karena kita tidak hanya puasa dari makanan, tapi juga berpuasa dari banyak hal yang sulit kita tinggalkan.

    Cara agar puasa diterima Allah sudah dijelaksan panjang lebar oleh Imam al-Ghazali. Cara ini beliau cantumkan dalam kitab fenomenalnya, Ihya’ Ulumiddin.

    Tiga Tingkatan Puasa

    Imam al-Ghazali menjelaskan, puasa itu memiliki tiga tingkatan. Yaitu, puasa yang umum, puasa yang khusus, dan puasa yang paling khusus.

    Puasa yang umum maksudnya adalah puasa yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Ciri-ciri puasa ini adalah mencegah perut dan farji dari syahwatnya (keinginannya). Seperti tidak makan, tidak minum, dan seterusnya.

    Penjelasannya bisa dibaca di “Cara dan Panduan Puasa Ramadan Lengkap dan Mudah” ini.

    Adapun puasa khusus adalah puasa yang dilakukan oleh orang-orang khusus. Puasa ini tidak hanya mencegah dari makan dan minum, tapi juga menjaga mata, tangan, lisan, dan semua anggota tubuh dari dosa-dosa.

    Tingkatan yang terakhir adalah puasa yang paling khusus (khusus al-khusus). Puasa ini dilaksanakan oleh orang yang sangat khusus. Puasa ini merupakan puasa yang tertinggi

    Puasa yang paling khusus ini adalah puasanya hati dari keinginan-keinginan hina, pikiran-pikiran duniawi, dan mencegah hati dari selain Allah. Puasa paling khusus ini batal jika hati memikirkan selain Allah.

    Oleh karenanya, orang yang paling khusus ini mengaggap dosa jika kita saat siang hari masih memikirkan bagaimana cara mendapatkan buku puasa di sore hari.

    Sebab hal itu menujukkan tidak percaya kepada anugerah Allah. Juga, tidak terlalu yakin pada janji Allah bahwa Allah pasti memberi rezeki kepada makhluk-Nya.

    Puasa yang paling khusus ini puasanya orang yang memiliki derajat tinggi di sisi Allah. Seperti para nabi, as-siddiqin, dan al-Muqarribin (orang-orang yang dekat kepada Allah).

    Cara Orang Saleh Berpuasa Agar Diterima Allah

    Kalau dipikir-pikir, sepertinya kita sangat sulit untuk berpuasa seperti puasanya orang-orang yang paling khusus. Bahkan, tidak mungkin.

    Bagaimana dengan puasa khusus? Nah, ini yang akan dibahas lebih lanjut.

    Puasa khusus (shaum al-khusus) adalah berada di tingkat kedua versi Al-Ghazali. Puasa ini adalah cara puasa orang-orang yang saleh. Cara puasa ini sebenarnya cara yang sangat dasar agar puasa diterima Allah.

    Menurut Imam al-Ghazali, cara puasa orang saleh ini adalah menjaga anggota tubuh dari dosa-dosa. Hal ini bisa sempurna dengan melakukan 6 hal berikut:

    1.    Menjaga Mata

    Pertama, kita menjaga mata dan tidak membiarkannya dengan mudah melihat sesuatu yang dicela dan dibenci syariat. Juga, mencegahnya dari melihat sesuatu yang bisa melupakan diri dari ingat Allah.

    Rasulullah saw. bersabda,

    النظرة سهم مسموم من سهام إبليس لعنه الله فمن تركها خوفا من الله آتاه الله عز وجل إيمانا يجد حلاوته في قلبه

    “Pengelihatan adalah anak panah beracun dari anak panah Iblis –semoga Allah melaknatnya. Barangsiapa yang meninggalkannya karena takut dari Allah, maka Allah akan memberinya iman yang terasa manisnya dalam hati.”

    Rasulullah juga bersabda,

    خمس يفطرن الصائم الكذب والغيبة والنميمة واليمين الكاذبة والنظر بشهوة

    “Lima hal yang bisa membatalkan puasanya orang yang berpuasa yaitu bohong, ghibah, adu domba, sumpah bohong, dan melihat dengan syahawat.”

    2.    Menjaga Lisan

    Cara agar puasa diterima Allah yang kedua adalah menjaga lisan. Lisan terjaga dari hal-hal yang tidak bermenfaat, bohong, ghibah, adu domba, keburukan, permusuhan, dan seterusnya.

    Lisan hanya disibukkan dengan dzikir kepada Allah dan membaca Al-Quran. Maka semua ini disebut sebagai puasanya lisan.

    Rasulullah bersabda,

    إنما الصوم جنة فإذا كان أحدكم صائما فلا يرفث ولا يجهل وإن امرؤ قاتله أو شاتمه فليقل إني صائم

    “Sesungguhnya puasa adalah perisai. Jika kalian berpuasa maka jangan berkata buruk dan berkata jelek. Jika ada orang yang mengajak bertengkar (ada yang mengartikan dengan “melaknat”) atau mencaci, maka katakanlah “Aku berpuasa”.”

    Hadis ini menjelaskan, puasa itu perisai yang akan melindungi kita. Melindungi dari apa?

    Menurut az-Zabidi dalam Ittihaf as-Sadat Wa al-Muttaqin Sayarah Ihya Ulumiddin, puasa bisa menjadi perisai kita dari dosa. Tapi, ada juga ulama yang mengatakan, puasa menjadi perisai dari neraka.

    Syaikh al-Hafidz al-Iraqi mengatakan, puasa bisa menjaga kita dari neraka. Karena puasa bisa menjaga kita dari syahwat. Syahwat merupakan salah satu penyebab kita masuk neraka.

    Selanjutnya, hadis di atas juga mengatakan, tidak boleh berkata buruk. Jikapun ada orang yang mencaci, kita balas dengan ucapan, “Aku berpuasa”.

    Ucapan ini dikatakan dalam hati. Tapi juga ada ulama yang mengatakan, diucapkan dengan lisan.

    Ada juga yang mengatakan, jika berpuasa sunah maka ucapkan dalam hati. Tapi, jika sedang berpuasa wajib seperti Ramadan, maka ucapkan dengan lisan. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Imam ar-Ruyani.


    3.    Menjaga Pendengaran

    Cara agar puasa diterima Allah selanjutnya adalah menjaga pendengaran. Pendengar dijaga dari hal-hal yang dibenci Syariat. Terlebih yang diharamkan oleh Syariat.

    Maka, selain tidak boleh ghibah, kita juga tidak boleh mendengarkan ghibah. Karena orang yang ghibah dan yang mendengarkannya sama-sama berdosa.


    4.     Menjaga Anggota Tubuh yang Lain

    Selain itu, cara agar puasa diterima Allah adalah menjaga anggota tubuh yang lain. Kita menjaga tangan, kaki, dan anggota lainnya.

    Kita juga menjaga perut dari makanan syubhat saat berbuka puasa. Terlebih dari makanan yang haram.

    Karena jika kita berbuka dengan makanan yang tidak halal, maka tidak ada gunanya kita berpuasa. Kita seperti orang yang membangun gedung, tapi merobohkan kota.

    Mengenai cara agar puasa diterima Allah yang keempat ini, Rasulullah bersabda,

    كم من صائم ليس له من صومه إلا الجوع والعطش

    “Betapa banyak orang yang berpuasa yang hanya mendapatkannya lapar dan haus.”

    Siapa orang yang dimaksud dalam hadis tersebut?

    Ada ulama yang mengatakan, mereka yang berbuka puasa dengan makanan haram. Ada juga ulama yang mengatakan, orang yang tidak makan tapi ghibah.

    Ada juga ulama yang mengatakan, mereka adalah yang tidak menjaga anggota tubuhnya dari perkara haram.


    5.    Tidak Banyak Makan Saat Berbuka Puasa

    Cara puasa orang saleh berikutnya adalah tidak banyak makan dari makanan halal saat berbuka puasa. Makanan halal saja tidak boleh banyak-banyak apa lagi makanan haram.

    Sebab, ruh dan rahasia puasa adalah melemahkan kekuatan. Kekutan ini merupakan media setan untuk menggoda kita.

    Nah, ketika kekuatan itu melemah, maka setan tidak memiliki jalan untuk menggoda. Kita pun tidak bisa melakukan keburukan-keburukan durjana.

    Tentu, hal ini tidak mungkin kita dapatkan kecuali dengan menyedikitkan makanan saat berbuka puasa.

    Jika kita tidak makan dari siang, lalu makan sebanyak-banyaknya saat berbuka puasa, tentu puasa kita tidak ada gunanya. Terlebih jika makanan kita malah lebih berwarna dari biasanya.

    Bukan hikhmah dan menfaat puasa yang akan kita dapatkan. Malah, syahwat akan semakin besar. Setan pun semakin mudah untuk menggoda dan merayu kita.

    Bukankah setan dibelenggu pada Bulan Ramadan? Benarkah? Kenapa masih ada orang bermaksiat?

    Jika ingin tahu lebih dalam, silahkan dibaca artikel ini, “Setan Dibelenggu pada Bulan Ramadan, tapi Kok Masih Banyak Maksiat?

    Begitu juga, termasuk dari adab (tetakrama) puasa adalah tidak banyak tidur di waktu siang. Tujuannya agar merasakan lapar dan haus. Pula, agar merasakan lemah yang semakin mendera. Hati pun menjadi bening.

    Hal ini berlanjut sampai malam. Sehingga menjadi mudah salat tahajjud dan membaca wirid (beribadah).

    Jika demikian, diharapkan setan tak lagi meliputi hati. Sehingga bisa melihat kekuasaan Allah swt. (malakut). Maka, menjadi mudah juga melihat Lailatul Qadar. Karena Lailatul Qadar adalah sebuah bentuk dari terbukanya sebagian dari malakut (kerjaan/kekusaan Allah) ini.


    6.    Hati Cemas di Antara Takut dan Harapan Saat Berbuka

    Cara selanjutnya agar puasa diterima Allah adalah berada di antara cemas dan harap saat berbuka puasa. Maksudnya?

    Begini, ketika kita berbuka puasa, kita takut puasa kita tidak diterima oleh Allah. Sebab, Jika puasa kita benar-benar tidak diterima, kita menjadi orang yang dimurka.

    Di sisi lain, ketika kita berbuka puasa, kita juga berharap puasa kita diterima oleh Allah. Jika puasa kita benar-benar diterima, maka kita menjadi orang dekat pada Allah.

    Yang jelas, kita tidak tahu pasti puasa kita diterima atau tidak. Oleh karenanya, kita perlu untuk takut. Takut tidak diterima. Karenanya, kita tidak mudah untuk ketawa-ketawa.

    Kita juga perlu berharap puasa kita diterima Allah. Agar tidak putus asa dan selalu memperbaiki puasa kita.

    Sebenarnya, takut tidak diterima sekaligus berharap diterima ini juga berlaku dalam ibadah-ibadah yang lain. Tidak hanya puasa.

    Mungkin juga berlaku saat ingin meminang si penyejuk hati. Takut tidak diterima agar tidak terlalu PD. Berharap diterima agar tidak putus asa. Hehehehe…

    Nah, itulah cara agar puasa diterima Allah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam al-Ghazali. Semoga kita bisa menjalaninya sehingga puasa kita diterima. Jika tidak bisa dilakukan semua, jangan ditinggalkan semua. Amin.

    Referensi:
    * Ihya’ Ulumiddin, Juz 1 hlm 221-223, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, karya Imam al-Ghazali.
    * Ittihaf as-Sadah al-Muttaqin Bisyarh Ihya’ Ulumiddin, karya Syaikh Muhammad bin Muhammad bin al-Husaini az-Zabidi

    Posting Komentar

    Posting Komentar