-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Teori Konspirasi Wabah Corona Menurut Masyarakat Desa


    Pandemi Corona masih kerasan di Indonesia. Belum ada tanda-tanda dia akan pergi. Masih saja ada orang yang terpapar di setiap hari. Padahal, masyarakat sudah semakin resah. Sudah tidak nyaman selalu di rumah.

    Namun ternyata banyak masyarakat yang curiga. Jangan-jangan wabah Corona ini bukan penyakit alami. Tapi, penyakit yang direncanakan. Ada sekelompok orang di baliknya. Kelompok ini memiliki tujuan tertentu.

    Konspirasi Wabah Corona/fr.freefik.com

    Yah, yang dimaksud maysarakat dalam tulisan ini adalah masyarakat desa. Karena saya sedang berada di desa. Lari dari Corona sambil memahami lebih dalam kultur beleh (bolo).


    Orang-orang desa yang biasa berkumpul, tentu terbiasa ngobrol. Banyak topik yang dibahas. Termasuk Corona. Apalagi orang-orang yang biasanya merantau sudah pulkam karena usahanya tidak jalan. Atau memang karena ingin berlebaran.

    Tentu, percakapan tentang Corona ini semakin asyik. Didiskusikan oleh orang yang berlatar belakang berbeda. Ada penjual bakso, penjual kue, penjual pentol, dan lain sebagainya. Banyak pokoknya.

    Pembicaraan mereka tidak memakai dalil. Juga tidak memakai teori. Mereka tidak percaya kecuali pada kiai. Itu pun tidak semua kiai.

    Nah, dalam tulisan ini saya akan memaparkan beberapa pendapat tentang Corona. Pendapat yang mungkin konyol, tapi tidak ada salahnya dibaca. Sebab, bisa saja ada benarnya. Lagian, pendapat ini tidak muncul tiba-tiba. Apa lagi oleh orang desa.

    Mungkin, apa yang disampaikan oleh mereka ini disebut teori konspirasi. Menurut Wekipedia, teroi ini adalah adalah teori-teori yang berusaha menjelaskan bahwa penyebab tertinggi dari satu atau serangkaian peristiwa (pada umumnya peristiwa politiksosial, atau sejarah) adalah suatu rahasia, dan sering kali memperdaya, direncanakan diam-diam oleh sekelompok rahasia orang-orang atau organisasi yang sangat berkuasa atau berpengaruh.


    Wabah Corona Itu Rancangan dari PKI


    Ada sebagian ahli berpendapat (ahli bakso, ahli pentol, atau ahli lain), Corona ini sebenarnya setingan. Bukan alami dari Tuhan. Ada orang yang merancang. Tentu mereka memiliki tujuan.

    Mereka adalah PKI. PKI bagi orang desa adalah orang yang benci pada Islam. Tapi jika ditanya, apa singkatan PKI? Bisa saja orang desa itu mengernyitkan dahi. Hehehe…
    Kok bisa orang desa beranggapan Corona ini setingan PKI? Penutupan masjid dan kegiatan keagamaan.

    Masjid ditutup, perkumpulan untuk tahlil, tadarus, dan pengajian tidak diperbolehkan. Siapa kalau bukan PKI? Pasti mereka PKI. Pemerintah sudah dirasuki PKI.
    Entah PKI yang mana.

    Tapi, siapa pun tidak bisa menyalahkan pendapat para ahli itu. Terlebih kita menganut aturan kebebasan berpendapat. Apa lagi, pendapat mereka masih masuk akal.
    Kok begitu? Iya, karena penutupan untuk mengurangi kerumunan ini nggak maksimal. Masjid ditutup, tapi hotel tidak. Pengajian ditutup, tapi mal tidak.


    Wabah Corona Itu Mudus untuk Pencurian Organ Tubuh


    Sebagian ahli lagi berpendapat, wabah Corona ini sebagai mudus pencurian organ tubuh. Saya ingat betul, orang yang bilang begini ini ahli bakso. Sebab dia memang penjual bakso.
    Bagaimana bisa dia berpendapat demikian?

    Begini, ketika ada orang ‘dituduh’ terpapar wabah Corona, dia ditangkap lalu dikerantina. Tidak ada yang bisa melihatnya apa lagi menjenguknya.

    Jika meninggal, pasien Corona itu akan dimasukkan ke dalam peti. Disegel dan tidak boleh dibuka. Mayat harus dikebumikan dengan peti tersebut.

    “Kenapa tidak boleh dibuka?” kata si ahli. Dia mulai mencoba memaparkan landasan teorinya.

    Karena beberapa organ tubuh dari ‘pasien Corona’ sudah tidak ada. Matanya sudah diambil. Organ tubuh bagian dalam juga sudah diambil. Jika peti mayat itu diperbolehkan dibuka, maka masyarakat akan tahu. Tentu mereka akan menggeruduk rumah sakit.

    Selain itu, ada juga fakta yang memperkuat pendapatnya. Katanya, Ada seseorang sakit selama dua tahun. Entah penyakit apa (saya lupa).

    Eh, ketika di musim Corona ini, tiba-tiba ada polisi datang. Mereka ingin membawa orang yang sakit tadi. Katanya, dia terapapar Corona. Harus dibawa ke rumah sakit.

    Keluarga tidak terima. Mereka tidak mau membiarkan polisi membawanya. Tidak hanya keluarga, tetangga pun ikut berkerumun. Tetangganya tetangga juga. Sampai sekampung. Jika polisi itu memaksa, mereka bisa dihajar orang sekampung.

    Begitulah pemeparan si ahli. Tapi yang membuat saya berpkir ulang, kenapa pasien Corona dijemput polisi? Aneh bukan? Apa mungkin yang dimaksud polisi itu tenaga medis yang berpakaian lengkap kayak robot itu ya?

    Sebenarnya, cerita seperti ini saya juga punya. Cerita dari orang kampung ayah. Katanya, ada orang sakit bertahun-tahun. Kalau nggak salah penyakit jantung. Dia kadang sulit bernafas gitu.

    Suatu ketika diperiksa di rumah sakit di Bangkalan. Ternyata, penyakit Corona. Rumah sakit Bangkalan merujukkan ke Surabaya.

    Pasien itu tidak dibawa ke Surabaya. Malah dibawa pulang. Beberapa hari berikutnya, orang yang sakit tadi malah bisa mengarit. Hehehe… Maklum dia punya sapi.

    Akhirnya, orang desa mulai curiga, jangan-jangan Corona ini sebenarnya nggak ada. Mereka tidak tahu, tidak semua rumah sakit memiliki alat lengkap untuk mengetahui Corona ini. Mungkin rumah sakit di Bangkalan itu juga.


    Jangan Takut Corona, Takutlah kepada Allah


    Ada yang lebih religi dari konspirasi-konspirasi di atas. Kata ahli yang satu ini, jangan takut Corona, takutlah kepada Allah. Anggaplah ahli yang satu ini mewakili ahli agama. Hehe..

    Bahkan ada sebagian ahli yang menyangsikan kiai. Katanya, kiai sekarang ini sudah tidak seperti kiai dulu. Kiai sekarang tidak tapek (dekat) ke Allah. Masak takut ke Corona. Kalau Allah tidak mengizinkan, siapapun tidak mungkin terkena Corona.

    Argument ahli ini sulit dipatahkan. Sebenarnya bukan sulit dipatahkan sih, tapi sulit dijelaskan. Selain sulit, juga panjang.

    Baca juga:

    Bagaimana tidak, ustadz-ustadz yang ikut nimbrung itu masih harus menceritakan kisah Sayidina Umar itu. Sayidina Umar ulamanya ulama, tapi ‘takut’ pada wabah Taun.
    Pastinya penjelasan demikian tidak simpel. Sulit diterima oleh para ahli-para ahli di bidangnya masing-masing itu.

    Mungkin jawaban pendek yang sangat efektif begini, silahkan duduk di tengah jalan raya. Kalau Allah tidak mentakdirkan ditabrak mobil, ya tidak akan ditabrak. Hehe..

    Itu cuma secuil dari teori-teori konspirasi ala masyarakat di pedalaman Indonesia. Entah cerita konspirasi itu sumbernya dari mana. Tapi pasti ada sumbernya. Lalu mengalir dari orang ke orang. Sampailah kepada saya. hehe…


    Posting Komentar

    Posting Komentar