-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Pemikiran Terbuka yang Tidak Terbuka


    Sahabat-sahabat pasti pernah mendengar kata-kata ini. Yakni, berpemikiran terbuka. Selama ini kesannya, orang yang berpikiran terbuka itu keren. Orang yang berpikiran tidak terbuka itu culun, ndeso, dan apalah.

    Orang yang berpikiran terbuka itu lebih bijak. Bahkan lebih benar menghadapi segala urusan. Termasuk dalam beragama. Katanya begitu.


    Hanya saja, kadang saya bingung pada orang yang mengaku berpikiran terbuka ini. Karena di satu sisi mereka (mengaku) berpikiran terbuka, di sisi lain mereka nggak terbuka-buka amat.

    Entahlah, apa mungkin karena saya tidak berpikiran terbuka ya? Hehehe…

    Bebas yang Tidak Bebas

    Contohnya, ada orang yang mengaku bahkan mengajak kita harus berpikiran bebas. Bebas berpikir. Berpikiran apa saja boleh dan monggo.

    Lalu, ada orang yang berpikir sesuai pemikiran ulama. Dia baca kitab kuning sebanyak-banyaknya. Lalu, dia ungkapkan isi kitab kuning itu.

    Tapi anehnya, orang yang mengajak berpkiran bebas itu malah menuduh orang yang berpikiran ulama itu ndeso, nggak update, dan nggak modern.

    Loh, gimana sih. Katanya kita harus berpikiran bebas. Tapi, kok menyalahkan pikiran orang lain. Seharusnya, dia menerima semua pemikiran. Termasuk pemikiran yang sesuai dengan pemikiran ulama. Kan bebas berpikiran apa saja.

    Entah lagi kalau pemikiran bebas itu harus sama dengan pemikirannya sendiri. Jika tidak sama dengan pemikiran dia, maka bukan pemikiran bebas.

    Nah, jika demikian, berarti sebenarnya orang yang mengaku berpikiran bebas itulah yang tidak berpikiran bebas. Betul kan?

    Contoh lagi, ada orang yang mengaku bahkan mengajak kebebasan berekspresi. Asal ekspresi itu tidak merugikan kebebasan orang lain (menurut sebagian versi).

    Namun, ketika ada orang berjilbab lebar, dikritik habis-habisan. Enggak sesuai tradisilah. Enggak jamanlah. Enggak toleranlah. Bahkan ada yang nuduh Islam kaku.

    Loh, katanya bebas berekspresi? Kenapa orang yang berjilbab malah salah? Berarti nggak bebas bereksprsi dong.

    Mungkin maksud kebebasan berekspresi itu jika pakai rok pendek, tatoan, atau apalah.
    Maka tak mengherankan, jika film kartun Nussa-Rara dianggap salah. Karena Rara selalu pakai jilbab meski di rumah.

    Seharusnya kan terserah. Bukankah kita bebas berekspresi apa saja? Jika pakai jilbab salah, maka namanya bukan “kebebasan berekspresi”. Tapi, orang lain harus berekspresi seperti eskpresi mereka.

    Nggak mau dong!

    Misalnya lagi, ada orang yang mengajak tidak usah bermadzhab. Tidak usah ikut ulama. Kita boleh berpendapat beda dengan ulama. Ikut ulama itu namanya kemandulan berpikir.

    Ada juga yang mengatakan, kita langsung ke Al-Quran dan Hadis. Tidak perlu ikut ulama.
    Gimana kalau ada orang yang nggak faham Al-Quran atau hadis? Ya bisa mendengarkan ceramah atau celotehan orang tersebut. Lalu ikuti dia.

    Loh, katanya nggak boleh ikut orang. Langsung ke Al-Quran atau hadis. Giaman sih. Kalau gitu, kan sama saja ikut dan bermandzhab.

    Orang seperti itu kan sama saja bilang begini, “Nggak usah ikut ulama. Ikuti saja saya!” Bingung bukan?

    Sebenarnya masih banyak contohnya. Tapi, pola pemikirannya sama. Kita akan dituduh tidak berpemikiran terbuka selama kita tidak sama dengan mereka. Itu sih menurut pengamatan saya yang mungkin belum valid.


    Jadi Liberal Versi Gus Baha

    Oleh karena itu, nggak apa-apa deh saya tidak seperti mereka. Nggak apa-apa dikatain berpikiran tertutup hanya karena tidak sama dengan mereka.

    Dalam masalah berpikir ini,  teringat ceramah Gus Baha. Kalau tidak salah, saya mendengarnya waktu ikut ngaji di PP Syaichona Cholil Bangkalan. Waktu itu, ada orang bertanya, apa batas pemikiran seseorang disebut liberal?

    Gus Baha tidak menjawab pertanyaan. Gus Baha malah bertanya, apa yang dimaksud berpkiran liberal?

    Jika yang dimaksud berpkiran liberal itu bebas berpikir, maka itu tidak masalah. Itu malah bagus. Sebab, kebebasan berpikir itu hal pertama yang diperjuangkan oleh Rasulullah di Makkah.

    Kata Gus Baha, Rasulullah tidak meminta pada pembesar Makkah agar orang-orang diperbolehkan masuk Islam. Tapi, Rasulullah meminta agar masyarakat diberi kebebasa untuk berpikir.

    Kenapa demikian? karena orang yang berpikir dengan benar akan cenderung pada kebenaran. Orang yang memiliki akal sehat akan cenderung ikut pada ajaran yang hak, yakni Islam.

    Tapi, jika yang dimaksud pemikiran liberal itu pemikiran yang tidak mau diatur, itu yang bermasalah. Allah menurukan syariat, tidak mau ikut. Itu yang salah.

    Jadi, kadang orang yang (mengaku) berpikiran terbuka itu nggak terbuka-buka amat. Jika kita dikatain tidak berpkir terbuka hanya karena tidak sama dengan mereka, biarin saja. Setiap orang, memiliki “keterbukaannya” sendiri.

    Yang terpenting, ada hikmah, mauidzoh, dan diskusi penuh cinta di antara kita. Karena keimanan yang sempurna akan melahirkan cinta. Meski cara ‘mengungkapkannya’ berbeda-beda. Salam!

    Posting Komentar

    Posting Komentar