-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Tafsir Surat Al-Baqarah 41-44: Mengajak pada Kebaikan, tapi DirinyaTidak Melakukan



    وَآمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ (41) وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (42) وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (43) أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (44) [البقرة: 41 - 44]

    ***



    Begini penjelasannya:

    وَآمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ (41)

    Artinya: Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Quran) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa.












    Dalam ayat ini, Allah memerintah kepad Yahudi agar beriman kepada Al-Quran. Al-Quran turun membenarkan kitab Taurat. Ayat ini juga melarang keras, mereka menjadi orang pertama yang tidak beriman kepada Al-Quran.

    Pula, ayat ini melarang mereka menukar ayat-ayat Allah dengan harga yang murah. Karena mereka akan merugi.

    Larangan ini sebagai teguran keras kepada orang-orang Yahudi. Karena mereka tidak mau beriman lantaran takut kehilangan jabatan dan pamor. Sebab, dengan jabata dan kepemimpinan itu, mereka mendapat harta dari yang dipimpinnya.

    Jadi, para pendeta dan pemuka orang-orang Yahudi, mendapatkan harta dari kaum dan rakyatnya. Jika mereka beriman, kaum mereka beriman, hilanglah apa yang mereka peroleh selama ini. Karenanya mereka enggan beriman.

    Tentu, mereka akan merugi. Rugi di dunia sampai akhirat. Harta sebanyak apa pun tidak ada apa-apanya jika mereka harus masuk neraka. Harta dirasakan sekejap saja, neraka selama-lamanya.

    ***

    وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (42)

    Artinya: Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.








    Allah juga menegur kelakuan orang-orang Yahudi. Mereka mencampur adukkan ayat-ayat Taurat dengan ucapan mereka sendiri. Sehingga, tidak jelas mana yang benar-benar Taurat dan mana yang bukan.

    Allah juga melarang mereka menyembunyikan kebenaran. Memang pada waktu itu, pendeta-pendeta Yahudi tidak jujur pada jamaahnya. Mereka tidak menyampaikan semua yang ada dalam Taurat.

    Diantara yang mereka simpan adalah sifat-sifat dan ciri-ciri nabi terakhir, Nabi Muhammad saw. Padahal, di dalam kitab Taurat sudah dijelaskan, kelak akan ada nabi terakhir dari keturunan Nabi Ismail.

    ***

    وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (43)

    Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.








    Allah memerintah orang-orang Yahudi untuk melaksanakan shalat dengan khusyuk. Agar diri mereka dekat dengan Allah. Sehingga jiwa mereka bersih. Allah juga memerintah mereka untuk berzakat, sebagai media untuk peduli sesama.

    Allah juga memerintah orang-orang Yahudi agar shalat berjemaah. Karena dalam berjemaah ada hikmah-hikmah yang luar biasa.

    Diantara hikmah itu adalah terjadi saling cinta antar sesama muslim, bermunajat bersama kepada Allah, dan bisa menciptakan rembukan untuk kebaikan bersama.

    Jadi, awalnya Allah memerintah Bani Israel untuk beriman kepada Allah, lalu beramal saleh yang kembali kepada diri mereka, lalu amal shaleh yang kembali kepada sesama.

    Begitulah perintah Allah. Hidup ini tidak hanya tentan diri kita, tapi tentang mereka yang membutuhkan uluran tangan kita. Dalam bahasa gaulnya, cerdas spiritual sekaligus cerdas sosial.

    ***

    أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (44)

    Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?









    Diceritakan, ada salah satu orang Yahudi memiliki keluarga yang masuk Islam. Suatu hari, keluarga muslimnya itu curhat kepadanya tentang Islam. Maka Yahudi itu mengatakan bahwa Islam itu agama yang baik, agama yang benar. Dia memberi saran kepada keluarga muslimnya itu agar jangan keluar dari Islam.

    Ayat ini menegur Yahudi itu. Kenapa dia menyuruh orang lain beriman dan tidak keluar dari Islam, padahal dia sendiri tidak masuk Islam? Apakah dia berakal sehat?

    Pendapat lain mengatakn, ayat ini mengkritik ulama-ulama Yahudi yang mengajak kaumnya beriman kepada Taura dan membaca Taurat. Padahal, mereka sendiri tidak membaca Taurat dengan sebenar-benarnya.

    Andaikan mereka membaca Taurat dengan benar, tentu mereka akan beriman kepada Al-Quran. Kenyataannya, mereka tidak beriman kepada Nabi Muhammad dan kepada Al-Quran.

    Ayat ini juga sebagai renungan bagi seluruh umat Islam. Mengajak kepada kebaikan, tapi dirinya tidak melakukan, apala ta’qilun? Apakah orang yang sedimikian itu berakal sehat?

    Mengenai hal ini, ada sebuah riwayat, bahwa ketika Rasulullah saw Isra’-Mi’raj, diperlihatkannya kepada beliau seseorang ahli neraka yang menggunting lidahnya sendiri. Rasulullah bertanya kenapa mereka melakukan itu.

    Dijawablah, mereka adalah seorang ulama yang pandai berbicara, pandai mengajak kepada kebaikan, tapi dirinya tidak melakukannya.

    Ada riwayat lain, ada seseorang yang dimasukkan ke neraka. Lalu orang itu dibawa berkeliling dan bertemu dengan banyak orang. Orang-orang yang ada di neraka heran kenapa dia bisa masuk neraka.

    “Kenapa kamu masuk neraka? Bukankah engkau adalah orang yang mengajak kepada kebaikan?” tanya seseorang.

    “Iya, tapi aku sendiri tidak melakukannya,” jawabnya.

    Berarti kita tidak perlu ngajar, tidak perlu berdakwah, sebelum kita mengamalkannya terlebih dahulu?
    Bukan begitu. Berdakwah itu tetap baik, mengajak kebaikan itu tetap baik, walaupun disertai dengan tidak melakukan kebaikan itu. Intinya, mengajak orang melakukan kebaikan itu baik, meninggalkan kebaikan tidak baik. Nah, yang dilarang Al-Quran adalah meninggalkan kebaikannya.

    Astaghfirullah min qauli bila amalin..

    Baca juga:  Menjadi Pemuda Karir Fi Sabilillah

    ___________________________________
    Referensi:
    Tafsir Syaikh Al-Maraghi
    Tafsir Al-Baghawi
    Tafsir Ibnu Katsir

    Posting Komentar

    Posting Komentar