-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Suka Jalan-Jalan? Ini Loh Cara Salat Jamak Taqdim dan Takhir Lengkap dan Praktis


    Cara Salat Jamak itu sangat penting loh untuk di ketahui dan difahami. Apa lagi jika kamu suka keluyuran. Alias jalan-jalan. Bahasa kerennya traveling

    Kenapa mengetahui cara Salat Jamak itu penting? Karena sangat dibutuhkan. Agar kita bisa tetap menjalankan kewajiban salat meski sedang jalan-jalan.

    Disyariatkannya Salat Jamak ini karena Islam tidak ingin memberatkan hambanya. Islam ingin kewajiban-kewajibannya tetap berada dalam kemampuan hambanya. Imam Syafi’i mengatakan sebagaimana dikutip Imam Khatib bahwa Salat Jamak ini adalah bentuk rukhsah (keringanan) dari Allah swt[1]..

    Sumber: islamicsunrays

    Dengan demikian, mengetahui tata cara Salat Jamak merupakan keharusan bagi kita. Nah, tulisan ini akan menjelaskan tentang Salat Jamak. Mulai dari dalilnya, hukumnya, dan tata cara Salat Jamak.

    Arti Salat Jamak

    Apa sih arti salat Jamak? Apa maksudnya? Pertama, saya mulai dari pengertaian salat. Salat menurut syara’nya adalah pekerjaan yang diawali dengan Takbiratul Ihram dan diakhiri dengan salam.

    Sedangkan arti Jamak adalah mengumpulkan[2]. Yaitu, mengumpulkan salat Dzuhur dengan Ashar di waktu Dzuhur atau waktu Ashar dan mengumpulkan salat Maghrib dengan Isyak di waktu Maghrib atau Isyak.

    Maka tidak boleh mengumpulkan salat Ashar dan Maghrib atau mengumpulkan salat Isyak dengan salat Subuh. Karena menyalahi ketentuan sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

    Hukum Mengerjakan Salat Jamak

    Dalam Madzhab Syafi’i, hukum mengerjakan Salat Jamak itu boleh. Salat Jamak ini boleh dilakukan karena tiga hal. Yaitu dikarenakan perjalanan, hujan, dan sakit. Akan tetapi, dalam tulisan ini fokus dalam tata cara Salat Jamak dikarenakan perjalanan.

    Dalil Diperbolehkannya Salat Jamak

    Diantara dalil-dalil yang menjelaskan diperbolehkannya men-jamak salat adalah sebagaimana berikut:

    عَÙ†ْ  Ù…ُعَاذٍ Ù‚َالَ : Ø®َرَجْÙ†َا Ù…َعَ رَسُولِ اللَّÙ‡ِ صَÙ„َّÙ‰ اللَّÙ‡ُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ عَامَ تَبُوكَ ÙˆَÙƒَانَ ÙŠَجْÙ…َعُ بَÙŠْÙ†َ الظُّÙ‡ْرِ Ùˆَالْعَصْرِ ÙˆَالْÙ…َغْرِبِ ÙˆَالْعِØ´َاءِ

    Artinya: “Dari sahabat Mu’adz bin Jabal. Beliau berkata, “Kami keluar (bepergian) bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pada tahun perang Tabuk. Rasulullah mengumbulkan Dzuhur dengan Ashar dan mengumpulkan Maghrib dengan Isyak.”

    Hadis tentang Salat Jamak ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim dan dikutip oleh Imam al-Khatib dalam kitabnya, Hasyiyah al-Bujairami.

    Selain hadis di atas, tentu masih banyak lagi hadis-hadis yang menjelaskan tentang tata cara Salat Jamak ini.

    Pembagian Salat Jamak Menjadi Jamak Taqdim dan Jamak Takhir

    Salat Jamak ini kemudian dibagi menjadi dua bagian. Yaitu, Jamak Taqdim dan Jamak Takhir. Penamaan Salat Jamak ini sangat erat kaitannya dengan cara melakukan salat Jamak.

    Jika salat jamak dilakukan di waktu salat yang pertama, maka disebut Salat Jamak Taqdim. Jika salat jamak dilakukan di waktu salat yang kedua, maka disebut Jamak Takhir.

    Salat Jamak Taqdim adalah :

    Melaksanakan salat Dzuhur lalu salat Ashar di waktu salat Dzuhur. Atau melaksanakan salat Maghrib lalu salat Isyak di waktu salat Maghrib.

    Salat Jamak Ta’khir adalah :

    Mengerjakan salat Dzuhur dan Ashar di waktu salat Ashar. Atau mengerjakan salat Maghrib dan Isyak di waktu salat Isyak.

    Syarat-Syarat Mengerjakan Salat Jamak

    Mengerjakan Salat Jamak ini memiliki syarat-syarat yang harus terpenuhi. Jika syarat-syarat Salat Jamak ini tidak terpenuhi, maka tidak diperbolehkan mengerjakan Salat Jamak.

    Salat Jamak Taqdim memiliki syarat-syarat, Salat Jamak Takhir juga memiliki syarat. Syarat-sayaratnya tidak sama antara satu dengan yang lain. Oleh karenanya, akan kami jelaskan satu persatu.
         
    Syarat Salat Jamak Taqdim

    Dalam kitabnya, Syarh al-Yaqut an-Nafis, Al-Habib Muhammad asy-Syathiri menuliskan bahwa syarat Salat Jamak Taqdim itu ada 6. Penulis jelaskan satu persatu sebagaimana berikut:

            1.     Perjalanannya jauh dan mubah (perjalanan yang diperbolehkan).

    Syarat yang pertama ini ketentuannya sama dengan syarat dalam salat qasar. Yaitu, perjalanannya harus sampai dua marhalah dan perjalannya dibolehkan. Jadi, lebih jelasnya bisa dibaca dalam artikel saya tentang Tata Cara Salat Qasar.

           2.     Niat melaksanakan Salat Jamak di saat (tengah-tengah) salat yang pertama

    Ketika ingin melaksankan Salat Jamak Taqdim, maka harus niat Salat Jamak Taqdim di saat melaksanakan salat yang pertama (di tengah-tengah salat). Yang lebih utama adalah melakukan niat Salat Jamak di saat Takbiratul Ihram.

    Boleh juga melafadzkan niat Salat Jamak Taqdim ini sebelum takbiratul ihram.

    Niat Salat Jamak Taqdim dan Niat Salat Jamak Takhir akan saya tulis dalam judul tersendiri.

           3.     Cepat-cepat diantara dua salat

    Jadi setelah melakukan salat yang pertama (Dzuhur atau Maghrib), langsung melakukan salat yang kedua (Ashar atau Isyak). Tidak boleh dipisah dengan dengan pemisah yang lama. Jadi, nggak boleh ke warkop dulu ya… wkwkwk

    Oea, pemisah yang lama di sini ulama memberi perkiraan dengan waktu selama salat dua rakaat. Jadi, jika jarak pemisah antara salat yang pertama dan yang kedua kurang dari dua rakaat, maka tidak masalah.

          4.     Memulai dari salat yang pertama

    Saat melakukan Salat Jamak Taqdim, maka harus dimulai dari salat yang pertama. Maka, ketika kita men-jamak salat Dzuhur dan Ashar, maka harus dimulai dari salat Dzuhur terlebih dahulu.

    Dan ketika kita men-jamak salat Maghrib dan Isyak, maka harus dimulai dari salat Maghrib. Tidak boleh balik. 

           5.     Tahu bahwa sudah diperbolehkan melaksaakan Salat Jamak

    Agar diperbolehkan melakukan Salat Jamak, maka harus mengetahui bahwa dia diperbolehkan melakukan salat Jamak.

    Artinya, dia harus memenuhi syarat-syarat Jamak, seperti perjalanannya jauh dan diperbolehkan. Pun pula, dia sudah melewati batas desanya. Sebab, Salat Jamak itu boleh dilaksankan ketika kita sudah melewati batas desa[3].

           6.     Tetap udzur (berada dalam perjalanan) sampai sempurnanya Takbiratul Ihram salat yang kedua

    Syarat yang terakhir dari syarat Salat Jamak Taqdim ini adalah tetap berada dalam perjalanan sampai selesainya Takbiratul Ihram salat yang kedua (Ashar atau Maghrib).

    Syarat Salat Jamak Ta’khir

    Salat Jamak Takhir juga memiliki syarat yang harus dipenuhi. Hanya saja syarat Salat Jamak Takhir tidak sebanyak Salat Jamak Takdim. Syarat Salat Jamak Takhir hanya dua perkara. Yaitu:

           1.     Harus melakukan niat salat jamak takhir di waktu yang pertama belum habis

    Seseorang yang ingin melakukan Salat Jamak Takhir, maka harus melaukan niat di waktu yang pertama. Jadi ketika waktu yang pertama sudah masuk, maka niatlah salat jamak takhir.

    Waktu niat melakukan Salat Jamak Takhir berakhir ketika waktu yang tersisa tidak cukup untuk melakukan salat yang pertama. Ini menurut Imam Ramli. Sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar ketika waktu yang pertama tidak cukup untuk melakukan satu rakaat salat yang pertama[4].

    Gampangnya, langsung saja saya contohkan. Misalnya, kita berada di dalam perjalanan di waktu Dzuhur. Dan kita ingin melakukan Salat Jamak Takhir. Maka, kita niat melakukan Salat Jamak Takhir itu di waktu Dzuhur.

    Waktu melakukan niat ini tidak habis sampai waktu Dzuhur tersisa cukup melakukan salat Dzuhur hingga selesai.

    Jika waktu Dzuhur yang tersisa tidak cukup untuk melakukan salat Dzuhur hingga selesai, maka waktu niat Salat Jamak Takhir ini sudah berakhir. Artinya sudah tidak boleh melakukan Salat Jamak Takhir. Ini menurut pendapat Imam Ramli.

    Sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar, waktu niat Salat Jamak Takhir dalam kasus ini sampai waktu Dzhurnya tersisa satu rakaat salat Dzuhur. Jadi, menurut pendapat ini, selagi ada waktu untuk melakukan salat Dzhur satu rakaat, maka boleh melakukan niat salat Jamak Takhir.

           2.     Tetapnya udzur (perjalanan) sampai salat yang kedua selesai

    Syarat yang kedua untuk melakukan Salat Jamak Takhir adalah perjalanan berlanjut sampai salat yang kedua selesai dengan sempurna.

    Misalnya kita Salat Jamak Takhir salat Maghrib dan Isyak di waktu Isyak. Maka, salat Maghrib dan Isyak harus sudah selesai di saat perjalnannya belum berakhir.

    Perbedaan Salat Jamak Taqdim dan Jamak Takhir

    Sebagaimana yang dijelaskan di atas, syarat-syarat Salat Jamak Taqdim dan Jamak Takhir sangat berbeda. Oleh karenanya, saya tulis perbedaannya di bawah ini[5]:

    1.     Waktu Niat
    Salat Jamak Taqdim: Niat Salat Jamak Taqdim saat melaksanakan salat (tengah-tengah salat) yang pertama. Lebih utama saat takbiratul ihram.

    Sedangkan waktu niat Salat Jamak Takhir adalah di waktu salat yang pertama sekiranya bisa melaksanakan salat yang pertama dengan sempurna.

    2.     Mengenai udzur (perjalanan)
    Salat Jamak Tadim: Udzur (perjalanannya) harus berlanjut sampai selesainya takbiratul ihram salat yang kedua.

    Salat Jamak Takhir: Udzur (perjalanannya) harus berlanjut sampai salat yang kedua selesai dengan sempurna.

    3.     Cepat-cepat diantara dua salat
    Salat Jamak Taqdim: Harus muwalah (cepat-cepat) saat melaukan jamak diantara dua salat. Jadi, misalnya selesai melaksanakan salat Dzuhur, maka langsung salat Ashar. Gak usah ngopi dulu ya…

    Salat Jamak Takhir: Tidak wajib muwalah. Tapi, disunahkan muwalah.

    4.        Tartib (berurutan) diantara dua salat
    Salat Jamak Taqdim: Wajib tartib (berurutan) saat melakukan jamak. Jadi, Dzuhur dulu baru Ashar. Atau Maghrib dulu, baru Isyak.

    Salat Jamak Takhir: Tidak wajib tartib. Jadi boleh salat Ashar dulu, baru Dzuhur atau sebaliknya. Salat Isyak dulu, baru maghrib. Terserah!

    Itulah panduan tata cara Salat Jamak baik Salat Jamak Taqdim atau Salat Jamak Takhir. Semoga bermenfaat.

    Oea, ada yang masih belum sempat dijelaskan di sini ya. Yaitu, niat Salat Jamak. Jika ingin tahu, klik aja di sini!



    [1] Hasyiyah Bujairami ala al-Khatib, Maktabah Syamilah.
    [2] Referensi utama dalam tulisan ini adalah kitab Syarh al-Yâqût an-Nafîs Fî Madzhab Ibn Idrîs, karya salah satu ulama dari Yaman yaitu al-Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri. Selain itu, kitab at-Taqrîat as-Sadîdah Fî Masâil al-Mufîdah, karya al-Habib Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim al-Kaf.
    [3] Al-Habib Hasan bin Ahmad al-Kaf, Taqrirat as-Sadidah, hal. 320, Dar al-Ulum, Surabaya.
    [4] Syarh al-Yaqut an-Nafis
    [5] Taqrirat as-Sadidah

    0

    Posting Komentar