-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Biografi Saad bin Abi Waqqash; Memilih Islam atau Ibu?


    Profil Singkat Sahabat Saad bin Abi Waqqashh

    Dalam tulisan “Biografi Saad bin Waqqash” ini, penulis akan mengulas profil singkat sahabat Saad bin Abi Waqqash. Mulai dari nama, nasab, dan hal penting yang berkaitan dengannya.

    Dia adalah Saad bin Abi Waqqash. Salah satu dari 10 sahabat Rasulullah yang dikabarkan akan masuk surga. Sahabat Saad bin Abi Waqqash juga sahabat yang masuk Islam di awal-awal. Dia juga orang pertama kali yang melesatkan anak panah dalam Islam.

    wallpaperbetter.com

    Dia juga hadir dalam perang Badar. Juga, dalam kejadian Hudaibiyah. Dia juga salah satu 6 dari sahabat syuro di mana ketika Rasulullah wafat, mereka mendapatkan rida dari Rasulullah.


    Namanya adalah Malik bin Ahib bin ‘Abdi Manaf bin Zahrah bin Kilab. Sedangkan ibunya adalah Hamnah binti Abi Sufyan bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushoy bin Kilab.

    Dengan demikian, nasab sahabat Saad bin Abi Waqqash bersambung dengan nasab Rasulullah saw.. Baik dari jalur ayah atau ibu[1].

    Itulah profil singkat dalam tulisan biografi Saad bin Abi Waqqash ini.


    Biogarfai Saad bin Abi Waqqash; Ingin Menginfakkan Semua Hartanya

    Pada tahun penaklukan Makkah, Sahabat Saad bin Abi Waqqash sakit. Terbayang di matanya hari kematian. Mungkin sebentar lagi Sahabat Saad bin Abi Aaqqas akan meninggalkan dunia fana ini.

    Padahal Sahabat Saad bin Abi Waqqash merasa amalnya masih kurang. Sahabat Saad bin Waqqash pun berpikir untuk menginfakkan hartanya. Sahabat Saad bin Abi Waqqash ingin harta yang dimilikinya tidak menjadi beban nanti di akhirat. Apalah arti dunia. Wong andai mati, harta-hartanya tidak akan ia bawa.

    Suatu hari, datanglah Rasulullah saw. menyambanginya. Sahabat Saad bin Abi Waqqash bahagia sekali. Sebuah keberuntungan tiada tara bagi Sahabat Saad bin Abi Waqqash mendapat kunjungan Rasulullah saw.

    Selain itu, Sahabat Saad bin Abi Waqqash juga merasa kegelisahannya akan terobati. Sebab, ia mendapatkan orang yang tepat untuk mengadukan kegalauannya, yaitu Rasulullah saw.. Sahabat Saad bin Abi Waqqash ingin tahu pendapat beliau tentang keinginannya itu.

    Lalu, Sahabat Saad bin Waqqash mengutarakan isi hatinya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ini orang kaya. Aku banyak harta. Dan aku juga tidak punya ahli waris kecuali satu yaitu putriku. Bagaimana andaikan aku menyedekahkan semua hartaku?”

    Sa'ad terdiam menunggu jawaban. Sahabat Saad bin Abi Waqqash ingin tahu pendapat beliau mengenai harta kekayaannya; disedekahkan semua atau tidak.

    “Jangan!” kata Rasulullah.

    “Kalau seprauh wahai Rasulullah saw?” Sahabat Saad bin Abi Waqqash bertanya lagi.

    “Jangan!” kata Rasulullah saw..

    “Kalau sepertiga?” Mendengar pertanyaan yang ketiga ini, Rasulullah tidak melarang Sahabat Saad bin Abi Waqqash juga tidak menyuruhnya. Beliau hanya memberi tahu bahwa meningglakan harta warisan yang banyak sehingga membuat anak tidak meminta-meminta itu lebih baik.

    “Sepertiga itu banyak. Sungguh, jika kamu meningglkan putrimu dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada kau biarkan putrimu miskin karena hartamu kau sedekahkan semua. Kalau putrimu miskin, dia akan meminta-minta dan tentu hal itu tidak baik. Mungkin juga, hidupmu masih panjang. Kalau hartamu kau sedekahkan semua, bagaimana dengan dirimu. Sungguh, apa yang kau infakkan karena mengharap rida Allah, itu pasati mendapat pahala, sampai sesuap nasi yang dimakan istrimu,” Rasulullah menjelaskan[2].

    Begitulah sekelumit biografi Saad bin Abi Waqqash tentang keinginannya bersedekah.


    Biografi Saad bin Abi Waqqash; Gara-gara Tidak Pernah Iri pada Orang Islam

    Suatu ketika, para sahabat duduk-duduk bersama Rasulullah saw.. Mereka ingin menimba ilmu lebih banyak lagi. Dari kejauhan, tampak sekali mereka begitu khidmat. Kepala mereka menunuduk. Akhlak mereka begitu sempurna kepada baginda nabi.

    Hati mereka pun bahagia. Rindu yang kadang menggelora bisa terobati dengan pertemuan itu. Wajah Rasulullah juga tampak berseri-seri. Sikap Rasulullah pada sahabat-sahabatnya tak kalah menyejukkan dari sikap mereka pada beliau. Berkumpul dengan Rasulullah seakan diam di tempat hembusan angin semilir yang tiada lelah membelai-belai tubuh yang sedang linglung.

    Di tengah asyik-asyiknya, Rasulullah bersabda, “Sebentar lagi akan datang seseorang penduduk surga.” Para sahabat pun penasaran. Mereka ingin, orang yang datang adalah keluarganya. Para sahabata yang hadir menunggu. Siapa gerangan yang akan datang.

    Tak lama kemudian, datanglah sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash. Sahabat yang hadir pun tahu, Sahabat Sa’ad bin Waqqash mendapat kebahagiaan dunia akhirat. Mereka tidak berkomintar apa-apa. Mereka hanya ingin kelak mereka juga masuk surga bersama-sama.

    Besoknya, para sahabat hadir lagi di majelis yang sama. Mereka tidak lelah untuk selalu menimba ilmu dari baginda nabi Muhmmad saw.. Kemudian, terdengar suara Rasulullah mengatakan hal yang sama dengan kemaren, “Sebentar lagi akan datang seseorang ahli surga.”

    Para sahabat sedikit terkejut mendengar sabda nabi itu. Hati mereka penasaran siapakah dia. Dalam pojok hati mereka ada harapan mudah-mudahan orang yang akan datang adalah keluarga mereka.

    Lalu muncullah Sahabat Saad bin Waqqash. Ternyata Sahabat Saad lagi.

    Keesokan harinya, Rasulullah saw. berkata lagi, “Akan datang pada kalian seorang penduduk surga.”

    Ternyata yang datang adalah sahabat Saad bin Abi Waqqash lagi. Terbesit di hati para sahabat rasa penasaran. Sebenarnya apa yang diamalkan sahabat Sa’ad bin Waqqash? Sampai-sampai mendapat tabsyir bil Jannah sampai tiga kali.

    Ketika Rasulullah beranjak pergi,  Abdullah bin Amer yang diselimuti penasaran bangkit dan menghampiri sahabat Sa’ad bin Waqqash. Ia ingin tahu sebenarnya amal apa yang dikerjakan oleh sahabat Sa’ad sampai mendapatkan kebahagiaan itu.

    Abdullah ingin mengerjakan amal yang diamalkan sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash sehingga ia juga akan mendapat tabsyir biljannah (kabar bahagia masuk surga).

    Kemudian sahabat Abdullah bin Amer mencari-cari alasan supaya bisa menginap di rumah sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash.

    “Maaf wahai Sa’ad. Saya ada masalah dengan ayah. Saya juga bersumpah tidak akan pulang sampai tiga malam. Jika kau berkenan untuk menampungku di rumahmu sampai masa sumpahku habis, saya bahagia sekali,” kata sahabat Abdullah sedikit mengiba. Sahabat Saad bin Abi Waqqash mengiakan.

    Sahabat Abdullah pun kemudian menginap di rumah Sa’ad bin Abi Waqqash. Pada malam pertama, Abdullah tidak mendapati sahabat Saad bin Abi Waqqash beribadah semalam suntuk. Ibadah sahabat Saad biasa-biasa saja.

    Abdullah hanya melihat ketika Sa’ad berbalik, lidahnya menyebut nama Allah dan bertakbir. Hal yang sedemikan berlanjut sampai fajar. Abdullah sama sekali tidak melihat sahabat Sa’ad bin Waqqash berdiri panjang dalam salat malam.

    Ketika azan subuh berkumandang, sahabat Saad bin Abi Waqqash mengambil wudu dan menyempurnakannya. Sahabat Saad melakukan segala sunah wudu. Kemudian salat subuh. Dan sahabat Saad tidak berpuasa.

    Melihat semua itu, Abdullah bin Amer tambah penasaran. Mungkin ada amal yang tidak ditampakkan oleh sahabat Sa’ad. Abdullah pun menginap di rumah Sa’ad sampai tga hari tiga malam.

    Akan tetapi, Abdullah tidak menemukan ibadah sahabat Sa’ad yang wah. Menurut Abdullah, amaliyah Sa’ad bin Abi Waqqash biasa-biasa saja dan tidak ada yang sangat istimewa. Mungkin para sahabat yang lain juga melakuakan hal yang sama.

    Pada hari ketiga, terbesit dalam hati Abdullah bin Amer  perasaan meremehkan. Sebab, ia tidak pernah melihat amal sahabat Saad bin Abi Waqqash yang wah.

    Kemudian, Abdullah bin Amer berterus terang pada sahabat Sa’ad. Sebenarnya, antara dia dan ayahnya tidak terjadi apa-apa. Ia melakukan semua ini karena penasaran amal apa yang dilakukan sahabat Sa’ad bin Waqqash sehingga mendapatkan janji surga sampai tiga kali.

    Sahabat Abdullah juga mengabarkan tentang pengamatannya selama ini. Ternyata ia tidak mendapati Amal Sa’ad bin Waqqash yang luar biasa. Semuanya biasa-biasa saja. Padahal tujuan Abdullah, untuk mengikuti amal sahabat Sa’ad bin Waqqash. Mungkin dengan mengikuti amal Sa’ad akan mendapat janji surga dari Rasulullah saw..

    Mendengar penuturan sahabat Abdullah, sahabat Saad bin Abi Waqqash terdiam. Ada haru dalam hatinya.

    “Memang tidak ada yang wah. Amalku seperti apa yang kamu saksikan,tiba-tiba suara sahabat Sa’ad memecah keheningan. Sahabat Abdullah pun kecewa. Ia tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.

    Lalu ia pun ingin berlalu meninggalkan sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash. Ketika Abdullah bin Amer berbalik badan ingin pergi, suara Sa’ad menghentikan langkahnya.

    “Memang amalku seperti yang kamu lihat. Namun ada satu hal yang tidak kamu ketahui. Aku tidak pernah sakit hati pada orang Islam. Jika mereka mendapat nikmat, aku tidak iri apa lagi dengki,” kata Sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash.

    “Inilah yang membuat dirimu beruntung. Dan aku tidak mungkin bisa menirunya,sahut sahabat Abdullah bin Amer[3].


    Biografi Saad bin Abi Waqqash; Kisah Memeluk Islam


    Sahabat Saad bin Waqqash adalah pemuda yang sangat berbakti pada orang tua. Sejak kecil tak pernah menorehkan coretan perih di hati orang tua.

    Apa lagi pada sang bunda tercinta. Apa yang diinginkannya pasti dituruti. Apa yang dititahkan pasti ditepati. Kepentingan peribadi dinomer duakan. Yang terpenting sang ibu bahagia.

    Waktu pun terus berlalu. Kini, sahabat Saad bin Abi Waqqash menginjak umur yang ke 19. Cintanya pada sang ibu sama seperti dulu. Menggunung dan tak kan pernah rapuh.

    Begitu juga sang ibu. Dia mencintai anaknya dengan hati mendalam. Bagaimana tidak. Dia adalah anak yang begitu nurut dan tak pernah membantah.

    Suatu ketika, Sahabat Saad bin Abi Waqqash bertemu Sayidina Abu Bakar as-Siddiq. Tampak wajah Sayidina Abu Bakar menyimpan sesuatu. Ada apa dengan Sayidina Abu Bakar?

    Kemudian dengan nada lembutnya, Sayidina Abu Bakar mengabarkan bahwa orang yang sangat terpercaya, al-Amin Muhammad adalah utusan Allah swt.. Sayidina Abu Bakar juga mengajaknya untuk memeluk agama yang dibawa Nabi Muhammad.

    Tampa pikir panjang, Sahabat Saad bin Abi Waqqash menerima ajakan Sayidina Abu Bakar. Dia sangat yakin, agama yang bernama Islam ini agama yang benar-benar diturunkan Allah swt..

    Begitulah biografi Saad bin Abi Waqqash dalam memeluk agama Islam.


    Biografi Saad bin Abi Waqqash; Memilih Islam atau Ibu?

    Lambat laun, keislman sahabat Saad bin Abi Waqqash tercium  oleh sang ibu. Betapa marahnya wanita yang bernama Hamnah binti Abu Sufyan itu. Sang ibu tidak rela anak tercintanya meninggalkan agama nenek moyangnya.

    Tentu Sahabat Saad bin Abi Waqqash merasakan perih yang begitu pedih. Di sisi lain dia ingin berbakti pada sang bunda, tapi sang bunda menghalang-halanginya dari agama yang benar ini.

    Sahabat Saad bin Abi Waqqash sedih bukan kepalang. Dia bingung. Jika memilih ibu, Sahabat Saad bin Waqqash akan tersesat. Jika memilih Islam, hati sang bunda pasti tersayat.

    Sahabat Saad bin Abi Waqqash terjepit diantara keinginan bunda dan keyakinannya. Kenapa harus ibu yang menjadi cobaan keimanannya? Sahabat Saad bin Abi Waqqash masih tenggelam dalam kebingungan.

    “Ananda, tahukah kamu, bahwa Allah menyuruhmu untuk berbakti pada orang tua? Tanya sang bunda.

    Ia ibu,” kata sahabat Saad bin Abi Waqqash lirih.

    “Kalau begitu, tinggalkan agamamu ini. Dan peluklah agama nenek moyangmu,” kata sang ibu lagi dengan nada tegas dan berwibawa.

    Sahabat Saad bin Abi Waqqash terdiam. Lalu sang ibu berkata lagi, “Kalau kamu tidak meninggalkan agama baru itu, ibu tidak akan makan sampai ibu mati. Biar orang-orang mencercamu. Engkaulah yang membunuh ibumu sendiri.”

    Sahabat Saad bin Abi Waqqash mencoba bertahan. Ia tampakkan pada sang ibu wajah teguh pendirian. Ia akan tetap memilih Islam.

    Ternyata, gertakan sang ibu bukan hanya ancaman belaka. Sang ibu benar-benar tidak makan agar Sahabat Saad bin Abi Waqqash meninggalkan agama Nabi Muhammad saw..

    Selama satu hari satu malam, sang ibu tidak memasukkan makanan sebutir pun. Sungguh besar pengorbanan sang ibu untuk mengakfirkan putranya.

    Melihat semua itu, Sahabat Saad bin Abi Waqqash sedih. Akan tetapi apa boleh buat. Sang ibu begitu keras untuk meraih keinginannya.

    Esok harinya, sang ibu begitu lemas. Perutnya kosong keroncongan. Matanya sayu. Tubuhnya tak bertenaga. Yang tersisa hanya hembusan nafas yang terus memburu. Sahabat Saad bin Abi Waqqash masih tetap berpegang pada prinsipnya: memilih Islam.

    Keengganan ibu Sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash untuk makan ini terus berlanjut. Sang ibu terus tidak makan sampai hari esoknya. Berarti selama dua hari sang ibu tidak memasukkan makanan sama sekali.

    Melihat semua itu, Sahabat Saad bin Abi Waqqash ingin menunjukkan bahwa sekuat apapun sang ibunda menghalanginya, ia tetap akan memilih Islam. Maka, Sahabat Saad bin Abi Waqqash menghampiri sang ibu. 

    Dia berkata, “Wahai ibunda, andai kau memilki seratus nyawa, dan hilang satu persatu, aku tidak akan meninggalkan agamaku ini. Maka terserah kau saja. Jika mau, makanlah. Jika tidak, terserah.”

    Akhirnya, sang ibu pun tahu bahwa tekad dan keinginan anaknya sudah mennyamudra. Sebesar apapun ancaman tidak mungkin bisa menghantam pendiriaannya. Sang ibu putus asa. Kemudian sang ibu makan dan minum.

    Sa’ad bin Abi Waqqash bahagia. Kemudian turunlah ayat[4], “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (al-Ankabut (29) 08)

    Begitulah biografi Saad bin Abi Waqqash saat memperjuangkan keimanannya.




    [1] Al-‘Asyarah al-Mubassyaruna Bil Jannah, karya Ahmad bin Sayid Ahmad ‘Ali
    [2] )سير أعلام النبلاء - (ج 1 / ص 121)

    [3]  تاريخ دمشق - (ج 20 / ص 326)) 
     صحيح مسلم *  - (ج 7 / ص 125) | تفسير الخازن - (ج 5 / ص 188) [4]
    Posting Komentar

    Posting Komentar