-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Memakaikan Jilbab pada Anak Kecil, Kenapa ‘Disalahkan’?

     Apa salahnya orang tua memakaikan jilbab pada putri kecilnya?

    Jilbab kembali ramai diperbincangkan. Hal ini bermula dari sebuah video pendek yang diunggah oleh @dw_indonesia. Isinya ‘mengomentari’ atau mengeritik orang tua yang memakaikan jilbab pada putrinya sejak kecil.

    Aishwa Nahla dan adiknya /Aishwa Nahla Official

    Ada dua poin yang menurut saya ada kerancauan dalam ungkapan narasumber dalam video tersebut.

    Pertama, anak di masa pertumbuhan dibiarkan untuk menjadi siapa pun atau apapun. Tidak perlu diberi identitas, semisal hijab.

    Sebenarnya, kalau kita jujur, pemberian identias pada anak tidak hanya melalui jilbab. Banyak pakaian yang melekatkan identitas tertentu pada anak. Contoh, memakaikan kebaya, pakaian adat, baju bola, dan lain sebagainya. Bahkan, membiarkan anak tidak berjilbab juga melekatkan identias pada diri anak.

    Lantas, kenapa hanya jilbab yang dikritik? Kenapa hanya orang tua yang memakaikan jilbab pada putrinya yang ‘disalahkan’? Entahlah!

    Lagi pula, membiarkan anak menjadi apa pun atau siapa pun itu tidak masuk akal. Sebab, setiap manusia yang masih waras pasti ingin anaknya menjadi baik. Orang tua berharap, anaknya menjadi anak yang bisa dibanggakan. Ia bisa berbakti kepada bangsa, orang tua, dan agama.

    Dari harapan-harapan itulah kemudian muncul pendidikan. Seorang anak diberi pendidikan agar menjadi baik bukan menjadi siapa pun. Jika kita biarkan anak menjadi ‘siapa pun’, jangan salahkan mereka jika suatu hari jadi LGBT, perampok, copet, dan koruptor.

    Seorang anak seperti kertas kosong. Apa yang tertulis di dalamnya sesuai dengan coretan-coretan orang tua dan dunia sekitarnya. Oleh karenanya, orang tua perlu mengajari, mendidik, dan membibimbing. Bukankah seorang anak masih belum bisa memilah dan memilih mana yang baik?

    Membiarkan anak begitu saja sama saja dengan membiarkan anak berjalan sendirian di tengah jalan raya. Tidak peduli apakah anak akan selamat, diserempet motor, ditabarak mobil, atau disenggol kereta api. Bahkan ketika anak hampir terjatuh ke jurang pun dibiarkan, asal anak menjadi “apapun”.

    Apa orang tua seperti ini bisa dianggap orang tua?

    Memakaikan jilbab pada putri yang masih kecil adalah ikhtiyar orang tua membimbing anaknya. Sedari kecil sudah dipakaikan jilbab dengan harapan ketika besar istikamah berjilbab.

    Lalu, bagaimana jika anak itu buka jilbab ketika besar? Terserah anak itulah. Yang terpenting orang tua sudah mendidik dan mengajarinya ajaran agama. Orang tua sudah menggugurkan kewajibannya. Masalah anak ikut atau tidak ketika dewasa, itu di luar kuasa orang tua.

    Kedua, anak dipakaikan jilbab sejak kecil bisa membentuk pola pikir ekskelusif. Karena sejak kecil dibentuk untuk berbeda dari orang lain.

    Saya kira sangat aneh pemikiran seperti ini keluar dari orang yang menjunjung tinggi kebebasan dan perbedaan. Sebab, pemikiran seperti ini malah terkesan semua orang harus sama. Tidak boleh berbeda. Jika berbeda, bisa membentuk pola pikir tertutup.

    Tidak heran sih. Memang sering, orang yang menganggap agama adalah hal yang sangat private, di waktu yang sama ‘ngomelin’ agama orang. Orang yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi, di saat yang sama mecela cadar atau jilbab.

    Kontradiktif!

    Seharusnya, jika konsisten pada pendirian dan perjuangan, biarkanlah umat berbeda. Yang memakai jilbab, silahkan. Yang enggan, silahkan. Beres! Jangan sampai menuntut kebebasan untuk tidak berjilbab, tapi tidak bebas untuk berjilbab. Ini namanya, Jilbabphobia dan Islamphobia.

    Kata narasum, memakai jilbab sejak kecil membuat seorang anak berbeda. Betul, jika anaknya tinggal di lingkungan yang tidak memakai jilbab. Bagaimana jika lingkungannya memang memakai jilbab semua? Berarti video @dw_indonesia ini tidak relevan di bumi Indonesia yang beragam. Video ini tidak ramah lingkungan. Hehehe… Apa sih bahasanya.

    Karena jujur, di desa saya, anak-anak kecil sudah dipakaikan jilbab. Jika ada anak yang tidak berjilbab, dialah yang berbeda. Nantinya dia yang akan menjadi ekseklusif. Jika memakai logika @dw_indonesia.

    Pertanyaan berikutnya, apa benar jika ada anak yang dipakaikan jilbab sejak kecil bisa menjadi ekseklusif. Butuh bukti ilmiah untuk menjawab “iya”. Malah menurut saya, membiarkan anak kecil memakai idetitas berbeda bisa membuat mereka faham arti perbedaan. Terlebih jika disertai dengan edukasi tentang toleransi dan kebersamaan. Bukankah kita punya slogan, “Bhineka Tunggal Ika”.

    Oea, ada sisipan tulisan di uploadan video @dw_indonesia itu. Tulisannya begini, “Apakah anak-anak yang dipakaikan jilbab itu memiliki pilihan atas apa yang ingin ia kenakan?”

    Baca juga:

    Ada yang menjawab, tapi saya lupa nama akunnya. Kurang lebih begini jawabannya, “Memakaikan anak celana dalam, baju ketat, dan lain-lain, apakah anak-anak memiliki pilihan atas apa yang ingin mereka kenakan?”

    Semoga bermenfaat. Tulisan ini hanya dalam rangka diskusi. Kata nabi, orang yang diskusi tidak akan merugi. Wallahu A’lam

    Posting Komentar

    Posting Komentar