-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Cukup Ikut Ulama, Gak Usah 'Kembali' pada Alquran dan Sunnah


    “Agama itu bukan berlandasan perkataan ulama, tapi dalil (Hadis dan Alquran)”

    Begitulah kalimatnya kurang lebih. Kalimat itu terlontar dari salah satu anggota grup WA. Entah apa nama groupnya. Saya lupa. Tapi yang jelas, group keislaman.

    Waktu itu ada perdebatan di antara anggota group mengenai Maulid Nabi. Ada yang setuju, ada yang tidak setuju. Yang tidak setuju berlandasan, karena Maulid Nabi tak pernah dilakukan oleh Rasulullah atau para sahabat.

    Sumber foto: pixabay.com

    Lalu, ada sebagian yang menampilkan perkataan ulama, Maulid Nabi itu boleh. Maka, terlontarlah kalimat di atas.


    Jika kita pikir, kalimat di atas sepertinya mirip dengan jargon, “Kembali pada Alquran dan Assunnah”. Jadi, orang-orang yang berpikiran seperti ini tidak mau pada pendapat ulama. Dia ingin langsung berlandasan pada Alquran dan Sunnah/Hadis.

    Mengenai hal ini, saya cuma mengajak berpikir dengan jernih. Tidak mau berdebat. Sesekali kita bahas masalah landasan atau pijakan dalam (hukum) Islam.

    Alquran dan Hadis Sampai Pada Kita Itu karena Jasa Ulama

    Pertama, saya ingin bertanya, siapa yang menjaga Alquran dan Assunnah sehingga sampai pada kita?

    Jawabannya adalah ulama. Ulamalah yang menghafal Alquran lalu menularkannya pada murid-muridnya. Dari muridnya ditransfer lagi ke muridnya. Begitu seterusnya. Sehingga sampai pada kita.

    Selain dihafal, Alquran juga ditulis. Siapa yang menulis? Pasti tidak terlepas dari peran Ulama. Di Indonesia saja, Alquran yang beredar harus mendapat tanda tangan dari Kemenag.

    Begitu juga dengan Assunnah. Hadis-hadis Rasulullah itu sampai pada kita karena Ulama. Sebut saja kitab hadis kecil yang bernama Bulughul Maram. Kitab itu yang mengarang adalah Ulama. Namanya Ibnu Hajar al-Asqalani. Ulama yang mengikuti pendapat Imam Syafi’i.

    Sudah Sehebat Apa Kok Tidak Mau pada Pendapat Ulama?

    Pertanyaan yang kedua, kita ini sudah sehebat apa? Sehingga berani bilang, kembali pada Alquran dan Assunnah tanpa ikut pada pendapat Ulama?

    Menggali hukum dari Alquran dan Hadis itu tidak mudah guys. Hafalan ayatnya bagaimana, hafalan hadisnya seperti apa, bahasa Arab, Balaghah, Asababun Nuzul, Nasikh-Mansukh, dan seterusnya bagaimana? Sudah handal?

    Imam As-Suyuthi saja yang karya bukunya diperkirakan sampai 561 kitab/buku, masih ikut pendapat Imam Syafi’i. Apa lagi kita yang hanya hafal hadis Innamal A’malu Binniyat. Ditambah lagi, mau menterjemah sebuah hadis atau ayat saja kita tidak bisa.

    Pendapat Ulama Itu Berlandasan Alquran dan Assunnah

    Jargon “Kembali pada Alquran dan Sunnah” ini mengesankan menghadap-hapakan Alquran-Sunnah dan pendapat ulama.

    Padahal, pendapat ulama itu berlandasan Alquran dan Sunnah. Pendapat Imam Syafi’i, ya berlandasan Alquran dan Sunnah. Begeitu juga ulama-ulama lain.

    Perlu diketahui, dalam Islam landasan dan sumber hukum yang disepakati ulama itu ada empat. Yaitu, Alquran, Hadis, Ijma’, dan Qiyas.

    Jadi, orang awam seperti saya ini ya cukup ikut pendapat ulama. Tidak usah ikut-ikutan jargon “Kembali pada Alquran dan Sunnah” tapi meninggalkan pendapat ulama.

    Baca juga: 


    Kembali pada Alquran dan Sunnah, tapi tidak mau pada pendapat Ulama bisa bikin kita sesat. Kita akan memahami Alquran dan Sunnah dengan salah. Atay salah faham pada Alquran dan Sunnah. Apa lagi, ketika kita tidak memiliki modal yang cukup.

    Sekali lagi, bagi kita yang awam, cukup ikut pendapat ulama yang muktabar. Ulama yang benar-benar ulama. Sebab, pendapat Ulama pasti berlandasan Alquran dan Hadis. Salam!

    Posting Komentar

    Posting Komentar