-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Bahaya Belajar Islam dengan Cara Autodidak


    Belajar memang keharusan. Terlebih belajar Ilmu agama. Sebab, ilmu itulah yang akan menuntun kita pada jalan yang benar. Ilmu juga yang membuat kita sukses di dunia dan akhirat.

    Begitu banyak dalil yang memotivasi kita untuk mencari ilmu. Baik Al-Quran maupun hadis. Kebijakan-kebijakan Rasulullah sebagai kepala negara juga mencerminkan betapa pentingnya sebuah ilmu.

    Belajar Islam itu butuh pembimbing /fr.freefik.com

    Misalnya, ketika banyak tawanan pasca perang Badar, Rasulullah menyerahkan 10 anak pada setiap satu tawanan. Tawanan itu diberi tugas untuk mengajar menulis. Setelah 10 anak itu mahir, tawanan bebas.


    Namun demikian, dalam belajar ilmu agama, ternyata banyak syarat dan adab yang harus terpenuhi. Jika salah satu syarat tersebut hilang, maka ilmu agama tak bisa didapat dengan sempurna.

    Syarat Mencari Ilmu Menurut Syaikh Zarnuji


    Dalam kitabnya, Taklim al-Muta’allim, Syaikh Zarnuji menjelaskan syarat-syarat mencari ilmu. Setidaknya ada enam hal yang harus dipenuhi oleh seorang pelajar agar mendapatkan ilmu.

    Enam hal tersebut dirangkum dalam syiir di bawah ini:

    الا لا تنال العلم الا بستة #  سأنبيك عن مجموعها ببيان
    ذكاء وحرص واصطباروبلغة #  وارشاد استاذ وطول زمان

    “Ingatlah, engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara
    Aku akan menjelaskan semuanya dengan sebuah penjelasan
    (Yaitu) kecerdasan, keinginan yang kuat, kesabaran, biaya,
    Petunjuk guru, dan waktu yang lama.”

    Syarat-syarat yang tercantum dalam bait di atas merupakan syarat mutlak. Tidak boleh hilang satu pun.

    Oleh karenanya, ketika menjelaskan bait di atas, Imam Zarnuji mengatakan, “Ingatlah dan ketahuilah, sesungguhnya engkau tidak akan mendapatkan ilmu dan tidak akan sampai kepada ilmu kecuali memenuhi syarat-syarat tersebut!”

    Pentingnya Belajar Ilmu Agama pada Seorang Guru


    Salah satu syarat mencari ilmu adalah memiliki guru. Tentunya, guru yang (setidaknya) memang mumpuni dalam bidangnya. Kalau perlu, guru yang sudah dalam tingkat wali (orang yang dekat dengan Allah).

    Guru inilah yang akan membimbing seorang pelajar. Sehingga mudah bagi pelajar untuk memahami ilmu. Kata Imam Al-Ghazali dalam kitab Minhaj al-‘Abidinnya:

    اعلم أن الأستاذ فاتح ومسهل, والتحصيل معه أسهل وأروح

    “Ketahuilah, sesungguhnya guru itu pembuka dan yang membuat mudah. Belajar ilmu disertai guru itu lebih mudah dan lebih asyik.”

    Selain itu, belajar pada seorang guru berarti menyambung sanad kelimuan. Yaitu, mata rantai dari seorang guru ke gurunya, dari gurunya ke gurunya sampai pada baginda Rasulullah saw..

    Apakah sanad (mata rantai keilmuan) ini penting? Sangat penting. Sebab, jika tidak memiliki sanad keilmuan, maka keilmuan kita patut dipertanyakan. Dari mana kita dapat ilmu?

    Oleh karenanya, Imam Ibnu Mubarak mengatakan,

    الإسناد عندي من الدين لولا الإسناد لقال من شاء ما شاء

    “Sanad itu menurutku termasuk agama. Tanpa ada sanad maka seseorang akan berkata semaunya.”

    Maksudnya, jikalau ilmu agama Islam itu tidak memiliki sanad, maka siapa pun bisa mengakatan apa yang dia mau. Lalu dia menegaskan bahwa perkataannya adalah bagian dari Islam. Orang yang mendengarnya pun akan mudah mempercayainya.

    Jika hal itu terjadi, maka ajaran Islam akan kacau. Tidak diketahui mana yang benar-benar dari Nabi Muhammad dan mana yang bukan.

    Oleh karenanya, adanya sanad ini merupakan anugerah yang sangat agung dalam Islam. Tidak ada agama yang memiliki sanad sebaik agama Islam. Kalau dikerucutkan lagi, tidak ada faham Islam yang memiliki sanad sebaik faham Ahlussunnah Wal Jamaah.

    Mengenai hal ini, Muhammad bin Hatim bin al-Mudhoffar berkata,

    أن الله أكرم هذه الأمة وشرفها وفضلها بالإسناد وليس لأحد من الأمم كلها قديمهم وحديثهم أسناد وإنما هي صحف في أيديهم وقد خلطوا بكتبهم أخبارهم وليس عندهم تمييز بين ما نزل من التوراة والإنجيل مما جاءهم به أنبياؤهم وتمييز بين ما ألحقوه بكتبهم من الأخبار التي أخذوا عن غير الثقات

    “Sesungguhnya Allah memuliakan, mengutamakan, dan memuliakan umat (Islam) ini dengan sanad. Tidak ada selain umat Islam yang memiliki sanad.

    Mereka hanya memegang mushaf di tangan mereka dan sungguh mereka telah mencampur cerita-cerita mereka dengan kitab-kitab mereka itu.

    Mereka tidak bisa membedakan antara kitab Taurat dan Injil yang datang dari nabi mereka dan cerita-cerita dari orang yang tidak bisa dipercaya.”

    Para ulama salaf juga mewanti-wanti agar berguru. Bahkan, mereka juga mewanti-wanti agar hati-hati memilih guru. Guru adalah orang yang sangat berperan dalam keilmuan dan pemikiran kita, maka harus dipilah-pilih.

    Sebagaimana Imam Ibnu Sirin, Imam Malik, dan ulama salaf lainnya mengatakan yang dikutip Imam Nawawi dalam al-Majmû,

    هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

    “Ilmu ini (ilmu agama) maka lihatlah dari siapa kalian mempelajarinya.”

    Belajar Autodidak Berpotensi Besar Salah Faham


    Bagaimana jika belajar agama tanpa guru, hanya lewat buku-buku misalnya? Atau bahasa mudahnya belajar autodidak?

    Belajar ilmu agama hanya lewat buku itu memiliki konsekuensi yang sangat berbahaya. Yaitu rawan salah. Orang belajar ilmu agama tanpa guru bisa salah memahami agama.

    Ulama salaf sudah mengingatkan sejak ratusan tahun yang lalu. Jangan sampai belajar hanya dari buku-buku. Sebab bisa saja ada kesalahan. Imam Nawawi mengutip dalam kitab al-Majmu’,

    ولا تأخذ العلم ممن كان أخذه له من بطون الكتب من غير قراءة على شيوخ أو شيخ حاذق فمن لم يأخذه إلا من الكتب يقع في التصحيف ويكثر منه الغلط والتحريف

    “Jangan kau pelajari ilmu (agama) dari orang yang mempelajarinya dari lembaran-lembaran kitab tanpa membaca (belajar) pada guru-guru tau tanpa belajar pada seorang guru yang dalam ilmunya.

    Barang siapa yang hanya mempelajari ilmu agama dari kitab (buku), maka terjatuh dalam tashif (perubahan) dan akan banyak darinya kekeliruan dan tahrif (perubahan).”

    Oleh karenanya, tak heran jika banyak orang salah faham gara-gara hanya belajar sendiri dari buku. Membaca buku boleh bahkan harus. Jika tidak boleh, maka para ulama tidak akan menulis.

    Baca juga:


    Akan tetapi, tidak boleh meninggalkan pendidikan dari seorang guru. Sampai memiliki dasar-dasar ilmu. Tujuannya agar tidak salah faham. Setidaknya bertanya pada ulama atau ustadz saat ada masalah agama yang sulit difahami.

    Posting Komentar

    Posting Komentar