-->
lm2ehI3jonma4uzm1pDxTuKLeJW1muj7wMTB5q1K

Ngaji[combine]

Baper[oneright]

Review[oneleft]

Cerpen[three](3)

Lifestyle[hot](3)

Kisah[two]

Aksara[dark](3)

    Page

    Bookmark

    Tafsir Surat At-Takatsur: Cinta yang Salah

    Surat At-Takatsur menjelaskan betapa tercelanya mengumpulkan dunia yang membuat lupa pada akhirat. Surat At-Takatsur ini termasuk surat pendek. Ayatnya berjumlah delapan.

    Surat yang turun di Makkah ini memiliki munasabah (hubungan) dengan surat sebelumnya: Al-Qari’ah. Yaitu, Surat Al-Qariah menjelaskan tentang hari kiamat, Surat At-Takatsur mencela orang yang lupa pada hari kiamat.



    Nah, penulis akan menjelaskan mengenai Surat At-Takatsur ini. Mulai keutamaan membaca Surat At-Takatsur, sebab turunnya Surat At-Takatsur, dan Tafsir Surat At-Takatsur.

     

    Keutamaan Membaca Surat At-Takatusr

     

    Seperti surat-surat Al-Quran yang lain, Surat At-Takatsur juga memiliki keutamaan. Keutamaan membaca surat At-Takatusr ini luar biasa sekali. Yaitu, setiap kita membaca Surat At-Takatsur, maka kita seperti membaca 1000 ayat Al-Quran.

    Rasulullah bersabda,

    ألا يستطيع أحدكم أن يقرأ ألف آية في كل يوم ؟ » قالوا : ومن يستطيع ذلك ؟ قال : « أما يستطيع أحدكم أن يقرأ ألهاكم التكاثر » . « رواة هذا الحديث كلهم ثقات وعقبة هذا غير مشهور

    ““Apakah kalian tidak bisa membaca 1000 ayat setiap hari?” Para sahabat bertanya, “Siapa yang mampu melakukan hal itu?” Rasulullah berkata lagi, “Tidakkah kalian mampu membaca Alhakum at-Takatsur (Surat At-Takatsur)”” (HR. Imam al-Hakim)

     

    Sebab Turunnya Surat At-Takatsur

     

    Mengenai sebab turunnya Surat At-Takatsur ini, ada beberapa riwayat. Setidaknya ada tiga riwayat yang akan penulis jelaskan di sini.

    1.     Sahabat Rasulullah meragukan siksa kubur

    Riwayat pertama dikeluarkan oleh Ibnu Jarir dari Sayidina ‘Ali. Kata Sayidina Ali, “Dulu kami ragu tentang siksa kubur sehingga turun ayat Al-Hakum at-Takatsur sampai ayat Tsumma Kalla Saufa Ta’lamun.”

    Itulah riwayat pertama mengenai sebab turunnya Surat At-Takatsur. Keterangan ini terdapat di catatan kaki kitab Hasyiah Shawi.

    2.     Turun pada orang yang membanggakan keluarganya

    Riwayat berikutnya tentang sebab turunnya Surat At-Takatsur bahwa surat ini turun untuk dua kabilah Anshar. Yaitu, Bani Harits dan Bani Haritsah. Kedua kabilah itu saling membanggakan keluarganya.

    Mereka menyebutkan bahwa di kelompok mereka ada ini, ada itu. Mereka hitung semua pendekar dan orang-orang mereka yang hebat.

    Setelah mereka menghitung yang hidup, mereka menghitung yang mati. Mereka mendatangi kuburan, lalu menunjuk kuburan famili mereka yang hebat-hebat.

    Lalu, Allah menurukan Alhakum at-Takatsur sampai ayat Hatta Zurtum al-Maqabir.

    Penjelasan di atas terdapat dalam kitab Hasyiyah As-Shawi. Sedangkan dalam kitab al-Khazin, orang yang saling membanggakan kabilahnya sendiri adalah orang-orang Quraisy. Yakni Bani Abdi Manaf dan Bani Sham bin Amer.

    Begitulah sebab turunnya Surat At-Takatusr menurut riwayat yang kedua.

    3.     Surat At-Takatsur turun kepada orang Yahudi

    Ada juga yang berpendapat mengenai sebab turunnya Surat At-Takatsur ini. Menurut pendapat yang ketiga ini, Surat At-Takatsur turun untuk orang-orang Yahudi.

    Orang-orang Yahudi saling membanggakan golongannya sendiri. Mereka mengatakan, kelompok kami lebih banyak dari Bani Fulan, dan seterusnya. Mereka sibuk dengan kebanggan itu sampai mereka mati.

    Begitulah penejelasannya sebagaimana dalam Tafsir al-Khazin.

    Memang, sebelum Islam datang, masyarakat sangat bangga jika punya harta banyak. Mereka juga bangga jika punya anak dan kerabat yang banyak. Terlebih jika mereka hebat.

    Tak ayal jika mereka senang menumpuk dan membanggakan harta, anak, dan kelompok sendiri.

     

    Penjelasan dan Tafsir Surat At-Takatsur

    Tafsir Surat At-Takatsur Ayat 1

     

    أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1

    (1)Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.

    Ayat ini menjelaskan bahwa umat manusia telah dibuat lalai oleh at-Takatsur. Yaitu, saling menumpuk harta, bangga pada anak dan keluarga.

    Dalam Tafsir Jalalain disebutkan, arti at-Takatsur adalah saling membanggakan harta, anak, dan orang-orang hebat (dari golongannya).

    Maksudnya, sebagaimana yang ditulis oleh Syaikh Shawi, umat manusia sibuk karena berlomba-lomba menumpuk harta sehingga lupa pada Tuhannya.

    Imam Ibnu Katsir juga menulis ketika menjelaskan ayat di atas bahwa kalian disibukkan oleh cinta dunia, nikmat dunia, dan kebahagiaannya. Kesibukan itu sampai membuat lupa pada akhirat.

    Hal demikian berlanjut sampai kalian mati. Lalu mendatangi (berziarah) ke kuburan-kuburan dan menjadi ahli kubur.

    Padahal, bangga karena memiliki harta, anak, dan teman yang banyak itu tidak ada apa-apanya. Mereka berada dalam urutan paling rendah. Hal itu juga membuat kita terhalang dari kebahagiaan sejati, kebahagiaan akhirat.

    Rasulullah menjelaskan, harta itu tidak abadi. Harta itu tidak bisa dibawa mati. Jika kita ingin harta menjadi berarti dan abadi, maka gunakan untuk ketaatan pada Ilahi. Kata Rasulullah,

    يقول ابن آدم مالي مالي وهل لك من مالك إلا ما تصدقت فأمضيت أو أكلت فأفنيت أو لبست فأبليت

    “Anak Adam berkata, “Hartaku, hartaku”. Kamu tidak memiliki (kuasa) terhadap hartamu kecuali ;Apa yang kamu sedekahkan, maka kamu abadikan; Apa yang kamu makan, engkau habiskan; Apa yang kamu pakai, engkau lusuhkan.” (HR. Imam Turmduzi)

    Imam Muslim juga meriwayatkan yang dikutip Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Rasulullah bersabda,

    يقول العبد: مالي مالي؟ وإنما له من ماله ثلاث: ما أكل فأفنى، أو لبس فأبلى، أو تصدق فاقتنى (3) وما سوى ذلك فذاهب وتاركه للناس". تفرد به مسلم

    “Seorang hamba berkata, “Hartaku, hartaku!” Sesungguhnya seorang hamba itu memiliki hartanya dalam tiga hal: apa yang dia makan, maka sirna; Apa yang dia pakai, maka hilang; Apa yang dia sedekahkan, maka abadi. Adapun selain tiga itu, hartanya akan pergi dan ditinggalkan untuk orang lain.”

    Senada dengan dua hadis di atas, hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Rasulullah bersabda,

    "يتبع الميت ثلاثة، فيرجع اثنان ويبقى معه واحد: يتبعه أهله وماله وعمله، فيرجع أهله وماله، ويبقى عمله".

    “Ada tiga hal yang akan mengikuti mayit (ke kuburan). Yang dua akan kembali pulang, yang satu akan selalu menemani mayit. Tiga hal tersebut adalah keluarga, harta, dan amalnya. Keluarga dan amalnya akan kembali pulang, sedangkan amalnya akan selalu bersamanya.”

    Tiga hadis di atas mengajarkan, dunia dan keluarga bukan milik kita. Mereka semua akan meninggalkan kita. Ada satu yang abadi menemani kita, yaitu amal kita.

    Namun demikian, jika harta disedekahkan, maka harta itu akan kita bawa ke akhirat. Jika keluarga atau anak yang kita tinggalkan adalah anak saleh, mereka bisa mendoakan kita dan mengirimi pahala untuk kita.

    Maka, tidak perlu sibuk dengan menumpuk harta dan anak sebanyak-banyaknya. Tetapi, harus sibuk bagaimana caranya agar harta dan anak bisa bermenfaat untuk akhirat kita. Agar cinta kita tidak salah!

    Begitulah penjelasan dan tafsir Surat At-Takatsur ayat 1 (satu).

     

    Tafsir Surat At-Takatsur Ayat 2

    حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2)

    (2) sampai kamu masuk ke dalam kubur.

    Ayat kedua Surat At-Takatsur ini  menjelaskan, bahwa umat manusia sibuk sampai mati. Artinya, mereka sibuk menumpuk harta dan membanggakan hal-hal yang berbau dunia sampai ajal menjemput dan belum bertaubat.

    Lalu, kenapa Allah menuturkan kematian dengan kata “ziarah kubur”? Padahal ziarah kubur itu bermakna “cuma main-main sebentar lalu pergi”?

    Menurut Syaikh Shawi, orang mati itu memang cuma mampir di kuburan. Dia tidak selamanya di sana. Karena kelak dia akan dibangkitkan menuju akhirat yang sesungguhnya.

    Namun demikian, ada juga ulama yang menafsiri ayat 2 ini dengan ziarah kubur biasa.

    Artinya, orang-orang itu sibuk karena saling membanggakan harta dan kerabat. Sampai-sampai mereka mendatangi kuburan untuk menghitung kerabat-kerabat mereka yang hebat.

    Jika ditafsiri demikian, maka hal ini merupakan celaan kepada mereka. Sebab biasanya, orang yang mendatangi kuburan itu untuk ingat mati. Sehingga hati tak begitu tertarik pada kehidupan dunia.

    Tetapi, mereka mendantangi kuburan malah karena keduniaan. Sehingga hal itu menambah hati cinta dunia.

    Begitulah tafsir Surat At-Takatsur ayat 2 ini.

     

    Tafsir Surat At-Takatsur Ayat 3-7

    كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3)

    “Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),”

    Allah menegaskan, jangan sampai kita berlomba-lomba menumpuk dunia sampai lupa pada akhirat. Sebab, kita akan mengetahui konsekuensi buruknya. Baik ketika nyawa dicabut atau di dalam kubur.

     

    ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4)

    “dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.”

    Kalimat ini merupakan pengulangan dari ayat sebelumnya. Pengulangan ini sebagai bentuk taukid (penguatan/peneguhan).

    Artinya, Allah menegaskan kembali bahwa kita akan mengetahui akibat buruk dari at-Takatsur.

     

    كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5)

    “Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,”

    Ayat ini menjelaskan, andaikan kita tahu dengan yakin, kita tidak mungkin sibuk menumpuk harta dan bangga pada anak-anak dan kerabat. Bahkan kita akan sibuk menyiapkan bekal untuk akhirat.

     

    لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6)

    niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,

    Ayat ini menjelaskan, kita akan benar-benar melihat neraka. Kita melihat dengan mata kita sendiri setelah kita mati.

     

    ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7)

    dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin

    Ayat ini kembali menegaskan bahwa kita akan benar-benar melihat neraka. Pengulangan ini merupakan taukid (penegasan).

    Lalu, apa bedanya Ilmul Yaqin dan Ainul Yaqin? Ilmul Yaqin terdapat dalam Surat At-Takatsur ayat 5. Aiunul Yaqin terdapat dalam Surat At-Takatsur ayat 7.

    Menurut Syaikh Shawi dalam tafsirnya, arti Ainul Yaqin adalah mengetahui sesuatu tanpa melihatnya dengan mata. Arti Ainul Yaqin adalah mengetahui sesuatu disertai melihat dengan mata.

    Ada istilah ketiga yaitu Haqqul Yaqin. Arti Haqqul Yaqin adalah mengetahui sesuatu disertai mengalaminya.

    Begitulah tafsir Surat At-Takatsur ayat 3-7.

     

    Tafsir Surat At-Takatsur Ayat 8

     

    ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (8)

    “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).”

    Ayat ini menjelaskan, kelak di hari kiamat orang-orang kafir akan ditanya mengenai nikmat-nikmat hidup. Mereka ditanya kenapa tidak bersyukur kepada Tuhan yang memberi? Malah mereka menyembah selain Allah.

    Menurut ulama lain, ayat ini tidak hanya berlaku kepada orang kafir. Akan tetapi, juga untuk orang yang beriman. Orang kafir dan orang muslim akan sama-sama ditanya mengenai nikmat yang diberikan oleh Allah.

    Arti nikmat dalam ayat ini –sebagaimana dalam tafsir Jalalain- adalah apa yang dinikmati di dunia. Seperti sehat, waktu libur, makanan, minuman, dan lain-lain. Semua itu kelak akan ditanya oleh Allah.

    Bagi orang yang tidak bersyukur, pertanyaan mengenai nikmat itu adalah cercaan.

    Sedangkan bagi orang yang bersyukur pertanyaan itu memuliakan. Sebab, mereka telah bersyukur dan taat kepada Allah. Sehingga pertanyaan itu mengingatkan kembali kepada nikmat-nikmat itu.

    Mengenai cara bersyukur atas nikmat Allah ini ada tiga. Pertama, bersyukur dengan lisan. Hal ini bisa dengan mengucapkan Alhamdulillah. Berterimakasih kepada Allah.

    Kedua, bersyukur dengan hati. Yaitu, kita menyadari bahwa nikmat yang kita rasakan itu dari Allah.

    Ketiga, menggunakan nikmat-nikmat itu dalam hal positif atau kebaikan. Allah memberikan mata, kita gunakan untuk melihat yang baik-baik. Allah memberikan harta, kita gunakan untuk taat kepada-Nya.

    Begitulah penjelasan Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam Syarh al-Hikamnya.

    Nah, itulah penjelasan dan tafsir Surat At-Takatsur. Surat At-Takatsur ini mencela orang-orang yang cinta dunia, tapi lupa pada akhirat. Mencela orang yang bangga pada anak dan kerabat, tapi lupa pada kiamat.

    Baca juga:

    Yah, semoga saja harta, anak, dan kerabat yang kita miliki membantu kita selamat di akhirat. Bukan malah melupakannya.

    Sekali lagi, cinta yang membuat kita lupa pada Pencipta, itu cinta yang salah. Maka, semoga cinta kita selalu terbangun di atas sajadah Tahjjud dan tertidur dalam naungan sujud. Amin!


    Posting Komentar

    Posting Komentar